BAB
II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Pajak
Pajak
adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau
badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan
imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi
sebesarbesarnya kemakmuran rakyat. Pembayaran pajak merupakan perwujudan dari
kewajiban kenegaraan dan peran serta Wajib Pajak untuk secara langsung dan
bersama-sama melaksanakan kewajiban perpajakan untuk pembiayaan negara dan
pembangunan nasional. Sesuai falsafah undang-undang perpajakan, membayar pajak
bukan hanya merupakan kewajiban, tetapi merupakan hak dari setiap warga Negara
untuk ikut berpartisipasi dalam bentuk peran serta terhadap pembiayaan negara
dan pembangunan nasional
Tanggung
jawab atas kewajiban pembayaran pajak, sebagai pencerminan kewajiban kenegaran
di bidang perpajakan berada pada anggota masyarakat sendiri untuk memenuhi
kewajiban tersebut. Hal tersebut sesuai dengan sistem self
assessment yang dianut dalam Sistem Perpajakan Indonesia. Pemerintah dalam
hal ini Direktorat Jenderal Pajak, sesuai dengan fungsinya berkewajiban
melakukan pembinaan/penyuluhan, pelayanan, dan pengawasan. Dalam melaksanakan
fungsinya tersebut, Direktorat Jenderal Pajak berusaha sebaik mungkin
memberikan pelayanan kepada masyarakat sesuai visi dan misi Direktorat Jenderal
Pajak.
2.1.1 Pajak Penghasilan
Pajak
Penghasilan adalah Pajak yang dikenakan terhadap suatu penghasilan berupa gaji,
upah, honorarium, tunjangan, dan lain-lain dengan nama dan dalam bentuk apapun
sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan
oleh orang pribadi. (Mardiasmo, 2013:188).
PPh adalah pajak
yang dikenakan kepada orang pribadi atau badan atas penghasilan yang diterima
atau diperoleh dalam suatu Tahun Pajak. Yang dimaksud dengan penghasilan adalah
setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak
baik yang berasal baik dari Indonesia maupun dari luar Indonesia yang dapat
dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang
bersangkutan dengan nama dan dalam bentuk apapun. Dengan demikian maka
penghasilan itu dapat berupa keuntungan usaha, gaji, honorarium, hadiah, dan
lain sebagainya.
2.1.2
Perencanaan pajak
Perencanaan Pajak (tax planning) merupakan upaya
meminimlkan jumlah utang pajak kewajiban perpajakan tetapi tetap berada pada
bingkai legalitas. (Erly Suandy, 2011:1). Tujuan dari penerapan perencanaan
pajak menurut penelitian terdahulu Natakharisma dan Sumadi (2014) adalah untuk
menghemat pengeluaran beban pajak, mengetahui perkembangan peraturan
perpajakan, mengalihkan biaya-biaya yang tidak dianggap sebagai biaya fiskal.
Secara garis besar pengertian Perencanaan Pajak (Tax
Planning) menurut Mohammad Zain dalam bukunya Manajemen Perpajakan
(2005:43) menyebutkan bahwa: “Perencanaan Pajak (Tax Planning) adalah proses
mengorganisasi usaha wajib pajak atau sekelompok wajib pajak sedemikian rupa
sehingga utang pajaknya, baik pajak penghasilan maupun pajak lainnya, berada
dalam posisi yang paling minimal, sepanjang hal ini dimungkinkan oleh ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan”.
Perencanaan pajak merupakan langkah awal dalam
manajemen pajak. Tujuan dari manajemen pajak dapat dibagi menjadi dua yaitu:
menerapkan peraturan perpajakan secara benar dan usaha efisiensi untuk mencapai
laba dan likuiditas yang seharusnya. Pada tahap perencanaan pajak dilakukan
pengumpulan dan penelitian terhadap peraturan perpajakan agar dapat diseleksi
jenis tindakan penghematan yang akan dilakukan. Pada umumnya penekanan
perencanaan pajak (tax planning) adalah untuk meminimumkan kewajiban pajak.
Untuk meminimumkan kewajiban pajak dapat dilakukan dengan berbagai cara, baik
yang masih memenuhi ketentuan perpajakan (lawful) maupun yang melanggar
peraturan perpajakan (unlawful). Istilah yang sering digunakan adalah tax
avoidance (penghindaran pajak) dan tax evasion (penyeludupan pajak). (Erly
Suandy,2011).
2.2 Pajak Penghasilan dan Perencanan
Pajak Penghasilan (PPh 21)
Pengertian
Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak
Nomor PER-32/PJ/2015 adalah pajak atas penghasilan berupa gaji, upah,
honorarium, tunjangan dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apa pun
sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan
oleh orang pribadi subyek pajak dalam negeri.
Pemotong
PPh Pasal 21
1. Pemberi
kerja yang terdiri dari orang pribadi dan badan.
2. Bendahara
pemerintah baik Pusat maupun Daerah
3. Dana
pensiun atau badan lain seperti Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek) dan
badan-badan lainnya;
4. Orang
pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas serta badan yang
membayar honorarium atau pembayaran lain kepada jasa tenaga ahli, orang pribadi
dengan status subjek pajak luar negeri, peserta pendidikan, pelatihan dan
magang;
5. Penyelenggara
kegiatan, termasuk badan pemerintah, organisasi yang bersifat nasional dan
internasional, perkumpulan, orang pribadi serta lembaga lainnya yang
menyelenggarakan kegiatan;
Penerima
Penghasilan Yang Dipotong PPh Pasal 21
1. Pegawai;
2. Penerima
uang pesangon, pensiun atau uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua, atau
jaminan hari tua, termasuk ahli warisnya;
3. Bukan
pegawai yang menerima atau memperoleh penghasilan sehubungan dengan pekerjaan,
jasa, atau kegiatan, antara lain meliputi:
A. tenaga
ahli yang melakukan pekerjaan bebas yang terdiri dari pengacara, akuntan, arsitek,
dokter, konsultan, notaris, penilai dan aktuaris;
B. pemain
musik, pembawa acara, penyanyi, pelawak, bintang film, bintang sinetron,
bintang iklan, sutradara, kru film, foto model, peragawan/peragawati,pemain
drama, penari, pemahat, pelukis dan seniman lainnya;
C. olahragawan;
D. penasihat,
pengajar, pelatih, penceramah, penyuluh, dan moderator,
E. pengarang,
peneliti, dan penerjemah;
F.
pemberi jasa dalam segala bidang, termasuk
teknik, computer dan system aplikasinya, telekomunikasi, elektronika,
fotografi, ekonomi dan sosial, serta pemberi jasa kepada suatu kepanitiaan;
G. agen
iklan;
H. pengawas
atau pengelola proyek;
I.
pembawa pesanan atau yang menemukan
langganan atau yang menjadi perantara;
J.
petugas penjaja barang dagangan;
K. petugas
dinas luar asuransi;
L. distributor
multilevel marketing atau direct selling;dan kegiatan sejenisnya.
4. Peserta
kegiatan yang menerima atau memperoleh penghasilan sehubungan dengan
keikutsertaanya dalam suatu kegiatan, antara lain meliputi :
A.
peserta perlombaan dalam segala bidang,
antara lain perlombaan olah raga, seni, ketangkasan, ilmu pengetahuan,
teknologi dan perlombaan lainnya;
B.
peserta rapat, konferensi, siding,
pertemuan, atau kunjungan kerja;
C.
peserta atau anggota dalam suatu
kepanitiaan sebagai penyelenggara kegiatan tertentu;
D.
peserta pendidikan, pelatihan, dan magang;
E.
peserta kegiatan lainnya.
Penerima Penghasilan Yang
Tidak Dipotong PPh Pasal 21
1. Pejabat
perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat lain dari negara asing, dan
orang-orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan bertempat
tinggal bersama mereka, dengan syarat.
A. bukan
Warga Negara Indonesia; dan
B. di
Indonesia tidak menerima atau memperoleh penghasilan lain di luar jabatan atau
pekerjaannya tersebut serta negara yang bersangkutan memberikan perlakuan
timbal balik;
2.
Pejabat perwakilan organisasi
internasional yang ditetapkan oleh Keputusan Menteri Keuangan sepanjang bukan
Warga Negara Indonesia dan tidak menjalankan usaha atau kegiatan atau pekerjaan
lain untuk memperoleh penghasilan di Indonesia.
Penghasilan
Yang Dipotong PPh Pasal 21
1. penghasilan
yang diterima atau diperoleh pegawai tetap, baik berupa penghasilan yang
bersifat teratur maupun tidak teratur;
2. penghasilan
yang diterima atau diperoleh penerima pensiun secara teratur berupa uang
pensiun atau penghasilan sejenisnya;
3. penghasilan
sehubungan dengan pemutusan hubungan kerja dan penghasilan sehubungan dengan
pensiun yang diterima secara sekaligus berupa uang pesangon, uang manfaat
pensiun, tunjangan hari tua atau jaminan hari tua, dan pembayaran lain sejenis;
4. penghasilan
pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas, berupa upah harian, upah mingguan,
upah satuan, upah borongan, atau upah yang dibayarkan secara bulanan;
5. imbalan
kepada bukan pegawai, antara lain berupa honorarium, komisi, fee, dan imbalan
sejenis dengan nama dan dalam bentuk apapun sebagai imbalan sehubungan dengan
pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan;
6. imbalan
kepada peserta kegiatan, antara lain berupa uang saku, uang representasi, uang
rapat, honorarium, hadiah atau penghargaan dengan nama dan dalam bentuk apapun,
dan imbalan sejenis dengan nama apapun.
Penghasilan
Yang Tidak Dipotong PPh Pasal 21
A. pembayaran
manfaat atau santunan asuransi dari perusahaan asuransi kesehatan,asuransi
kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa;
B. penerimaan
dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan dalam bentuk apapun yang diberikan oleh
Wajib Pajak atau Pemerintah, kecuali diberikan oleh bukan Wajib Pajak, Wajib
Pajak yang dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final dan yang dikenakan
Pajak Penghasilan berdasarkan norma penghitungan khusus (deemed profit).
C. iuran
pensiun yang dibayarkan kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan
oleh Menteri Keuangan dan iuran tunjangan hari tua atau iuran jaminan hari tua
kepada badan penyelenggara tunjangan hari tua atau badan penyelenggara jaminan
sosial tenaga kerja yang dibayar oleh pemberi kerja;
D. zakat
yang diterima oleh orang pribadi yang berhak dari badan atau lembaga amil zakat
yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah;
E.
Beasiswa yang diterima atau diperoleh
Warga Negara Indonesia dari Wajib Pajak pemberi beasiswa dalam rangka mengikuti
pendidikan formal/nonformal yang terstruktur baik di dalam negeri maupun luar
negeri.
Lain-Lain
1. Pemotong
PPh Pasal 21 dan Penerima Penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 wajib
mendaftarkan diri ke kantor Pelayanan Pajak sesuai dengan ketentuan yang
berlaku;
2. Pegawai,
penerima pensiun berkala, serta bukan pegawai yang menerima penghasilan dari
pemotong PPh Pasal 21 secara berkesinambungan dalam 1 (satu) tahun kalender
wajib membuat surat pernyataan yang berisi jumlah tanggungan keluarga pada awal
tahun kalender atau pada saat mulai menjadi Subjek Pajak dalam negeri sebagai
dasar penentuan PTKP dan wajib menyerahkannya kepada Pemotong Pajak saat mulai
bekerja atau mulai pensiun;
3. Dalam
hal terjadi perubahan tanggungan keluarga, pegawai, penerima pensiun berkala
dan bukan pegawai yang menerima penghasilan dari pemotong PPh Pasal 21 secara
berkesinambungan dalam 1 (satu) tahun kalender wajib membuat surat pernyataan
baru dan menyerahkannya kepada pemotong PPh Pasal 21 paling lama sebelum mulai
tahun kalender berikutnya;
4. Pemotong
PPh Pasal 21 wajib membuat dan memberikan Bukti Pemotongan PPh Pasal 21 kepada
penerima penghasilan yang dipotong pajak;
2.2.1 Perencanaan Pajak Penghasilan (PPh 21)
Secara garis besar, perencanaan pajak (Tax planning)
adalah proses mengorganisasi usaha wajib pajak atau kelompok wajib pajak
sedemikian rupa sehingga utang pajaknya, baik pajak penghasilan maupun
pajak-pajak lainnya, berada dalam posisi yang paling minimal, sepanjang hal ini
dimungkinkan baik oleh ketentuan peraturan perUndangundangan perpajakan maupun
secara komersial (Zain, 2005:43). Suatu perencanaan pajak yang tepat akan menghasilkan
beban pajak yang minimal yang merupakan hasil dari perbuatan penghematan pajak
dan/atau penghindaran pajak yang dapat diterima oleh fiskus dan sama sekali
bukan karena penyelundupan pajak yang tidak dapat diterima oleh fiskus dan
tidak akan ditolerir. Seperti yang diungkapkan di atas, cara yang diperkenankan
untuk melakukan penghematan pajak adalah penghindaran pajak (tax avoidance).
Perencanaan pajak melalui penghindaran pajak (tak avoidance) merupakan
satu-satunya cara legal yang dapat ditempuh oleh wajib pajak dalam rangka
mengefisiensikan pembayaran pajaknya. Oleh karena itu diperlukan manajemen
pajak yang bertujuan untuk melakukan penghematan terhadap beban pajak. Ada beberapa
cara atau metode yang dilakukan oleh manajemen pajak untuk melakukan penghematan
pajak secara legal. Salah satunya adalah perencanaan pajak atas Pajak Penghasilan
Pasal 21 karyawan di dalam perusahaan.
Prosedur perhitungan,
pemotongan, dan penyetoran atas PPh 21 atas karyawan secara benar akan
menghindarkan perusahaan dari pemeriksaan ataupun sanksi yang bersifat
pemborosan. Tanggungan beban pajak PPh 21 karyawan akan memengaruhi besarnya
laba perusahaan. Semakin besar beban pajak yang berasal dari PPh 21 atas
karyawan maka laba perusahaan akan semakin kecil.
Ada beberapa
metode yang dapat digunakan untuk melakukan pemungutan terhadap PPh Pasal 21
karyawan yaitu :
1.
Gross method yaitu metode dimana karyawan
yang akan menanggung sendiri jumlah pajak penghasilan.
2.
Net method yaitu metode dimana perusahaan
atau pemberi kerja yang akan menanggung pajak karyawannya.
3.
Metode tunjangan pajak yaitu metode di
mana perusahaan memberikan tunjangan pajak sejumlah PPh yang terutang kepada
karyawan. Dan metode yang terakhir disebut dengan gross up method yaitu metode
dimana perusahaan memberikan tunjangan pajak yang perhitunganya menggunakan
rumus matematika tertentu yang jumlahnya sama besar dengan jumlah pajak yang
dipotong dari karyawan (Suandy, 2011). Metode memberikan tunjangan pajak pada
karyawan sama dengan menggunakan metode gross up karena kedua metode itu
sama-sama memberikan tunjangan pajak pada penghasilan karyawan yang nantinya
menjadi tambahan gaji karyawan dan besarnya tunjangan pajak tersebut sama
dengan PPh 21 karyawan tersebut
Tarif Metode Gross Up
1. Rumus
Metode Gross Up untuk lapisan pertama Pada lapisan pertama PKP = Rp 1 s/d
Rp50.000.000
Pada lapisan pertama,
dimana tarif pajak penghasilan 5% dan tidak memiliki komponen pengurang seperti
pada lapisan-lapisan berikutnya:
Tunjangan Pajak = PKP x 5%
0,95
2. Rumus
Metode Gross Up untuk lapisan kedua
Pada lapisan kedua PKP =
Rp50.000.000 s/d Rp250.000.000
Untuk menghitung
tunjangan pajak maka rumus Gross Up yang akan digunakan sebagai berikut:
Tunjangan Pajak =PKP x 15%)-Rp5.000.000
0,85
3. Rumus
Metode Gross Up untuk lapisan ketiga
Pada lapisan ketiga PKP =
Rp250.000.000 s/d Rp500.000.000,- Untuk
menghitung tunjangan pajak maka rumus Gross Up yang akan digunakan sebagai
berikut:
Tunjangan Pajak = (PKP x 25%)-Rp30.000.000
0,75
4. Rumus
Metode Gross Up untuk lapisan keempat Pada lapisan ketiga PKP >
Rp500.000.000 Untuk menghitung tunjangan pajak maka rumus Gross Up yang akan
digunakan sebagai berikut:
Tunjangan Pajak = (PKP x
30%)-Rp55.000.000
0,70
Penggunaan
pemilihan metode perhitungan PPh pasal 21 atas karyawan dapat menjadi salah
satu penerapan metode perpajakan yang diijinkan oleh Direktorat Jenderal Pajak
dimana dapat berguna pada penghematan dari beban pajak yang ditanggung oleh
perusahaan.
2.3 Perencanaan
PPh 21 pada CV Universal Informasi Teknologi
Daftar Gaji Pegawai CV Universal
Informasi Teknologi
Disetahunkan sebelum penerapan metode
Gross Up
No
|
Inisial
|
Status
|
Penghasilan
Bruto
|
Biaya
Jabatan
|
Biaya
Lain
|
Penghasilan
Netto
|
PKP
|
PPh
Pasal 21
|
1
|
Tn E.H.S
|
K/3
|
195.000.000
|
6.000.000
|
3.900.000
|
185.100.000
|
113.100.000
|
11.965.000
|
2
|
Tn S
|
K/3
|
195.000.000
|
6.000.000
|
3.900.000
|
185.100.000
|
113.100.000
|
11.965.000
|
3
|
Tn B.R
|
K/3
|
182.000.000
|
6.000.000
|
3.640.000
|
172.360.000
|
100.360.000
|
10.054.000
|
4
|
Tn M.C
|
K/3
|
172.250.000
|
6.000.000
|
3.445.000
|
162.805.000
|
90.805.000
|
8.620.750
|
5
|
Tn A.R
|
K/2
|
104.000.000
|
6.000.000
|
2.080.000
|
96.720.000
|
29.220.000
|
1.461.000
|
Jumlah
|
848.250.000
|
29.200.000
|
16.965.000
|
802.085.000
|
446.585.000
|
44.065.750
|
Penghasilan
bruto diatas adalah gaji pokok setelah ditambahkan unsur-unsur penambah sesuai
dengan kebijakan perusahaan yang telah dibahas oleh penulis sebelumnya. Setelah
itu dikurangkan dengan biaya jabatan dan biaya lain-lain (Tunjangan Hari Tua)
akan mendapatkan penghasilan netto. Penghasilan netto ini harus dikurangi
dengan PTKP (Penghasilan Tidak Kena Pajak) sesuai dengan status dari
masing-masing pegawai untuk mendapatkan Penghasilan Kena Pajak (PKP). PKP ini
merupakan Dasar Pengenaan pajak (DPP) yang akan dikalikan dengan T.U.P (Tarif
Umum Progresif) Pasal 17 UU Pajak Penghasilan No.36 Tahun 2008 untuk
mendapatkan PPh Pasal 21 terutang. Selain itu PKP juga digunakan untuk mencari
tunjangan pajak dengan menggunakan formulasi perhitungan dengan metode Gross Up.
Perhitungan
PPh Pasal 21 Sebelum Metode Gross Up
a.
Nama : Tn. E.H.S
Jabatan : Direktur
Status : K/3
Perhitungan PPh Pasal 21
pegawai tetap (Sebelum Gross Up)
Penghasilan bruto setahun
atau disetahunkan Rp195.000.000
Pemotongan :
Biaya Jabatan (5% x
Rp195.000.000)
Maks Rp6.000.000 Rp6.000.000
THT Rp3.900.000
(-)
Penghasilan Netto Setahun
Rp185.100.000
PTKP(Penghasilan Tidak
Kena Pajak)
Diri Sendiri Rp54.000.000
Tambahan WP Kawin Rp4.500.000
Tanggungan (Maks 3 orang)
@Rp4.500.00 x 3 Rp13.500.000
Total PTKP Rp72.000.000
(-)
PKP Rp113.100.000
PPh Pasal 21 yang
dipotong Perusahaan
5% x Rp50.000.000 = Rp2.500.000
15% x Rp63.100.000 = Rp9.465.000 (-)
PPh Pasal 21 Terutang
Rp11.965.000
b.
Nama : Tn. S
Jabatan : Komisaris
Status : K/3
Perhitungan PPh Pasal 21
pegawai tetap (Sebelum Gross Up)
Penghasilan bruto setahun
atau disetahunkan Rp195.000.000
Pemotongan :
Biaya Jabatan (5% x
Rp195.000.000)
Maks Rp6.000.000 Rp6.000.000
THT Rp3.900.000
(-)
Penghasilan Netto Setahun
Rp185.100.000
PTKP(Penghasilan Tidak
Kena Pajak)
Diri Sendiri Rp54.000.000
Tambahan WP Kawin Rp4.500.000
Tanggungan (Maks 3 orang)
@Rp4.500.00 x 3 Rp13.500.000
Total PTKP Rp72.000.000
(-)
PKP Rp113.100.000
PPh Pasal 21 yang
dipotong Perusahaan
5% x Rp50.000.000 = Rp2.500.000
15% x Rp63.100.000 = Rp9.465.000 (+)
PPh Pasal 21 Terutang
Rp11.965.000
c.
Nama : Tn. B.R.H
Jabatan : Manager
Status : K/3
Perhitungan PPh Pasal 21
pegawai tetap (Sebelum Gross Up)
Penghasilan bruto setahun
atau disetahunkan Rp182.000.000
Pemotongan :
Biaya Jabatan (5% x
Rp182.000.000)
Maks Rp6.000.000 Rp6.000.000
THT Rp3.640.000
(-)
Penghasilan Netto Setahun
Rp172.360.000
PTKP(Penghasilan Tidak
Kena Pajak)
Diri Sendiri Rp54.000.000
Tambahan WP Kawin Rp4.500.000
Tanggungan (Maks 3 orang)
@Rp4.500.00 x 3 Rp13.500.000
Total PTKP Rp72.000.000
(-)
PKP Rp100.360.000
PPh Pasal 21 yang
dipotong Perusahaan
5% x Rp50.000.000 = Rp2.500.000
15% x Rp63.100.000 = Rp7.554.000 (+)
PPh Pasal 21 Terutang
Rp10.054.000
d.
Nama : Tn. M.C
Jabatan : Konsultant
Status : K/3
Perhitungan PPh Pasal 21
pegawai tetap (Sebelum Gross Up)
Penghasilan bruto setahun
atau disetahunkan Rp172.250.000
Pemotongan :
Biaya Jabatan (5% x
Rp172.250.000)
Maks Rp6.000.000 Rp6.000.000
THT Rp3.445.000
(-)
Penghasilan Netto Setahun
Rp162.805.000
PTKP(Penghasilan Tidak Kena
Pajak)
Diri Sendiri Rp54.000.000
Tambahan WP Kawin Rp4.500.000
Tanggungan (Maks 3 orang)
@Rp4.500.00 x 3 Rp13.500.000
Total PTKP Rp72.000.000
(-)
PKP Rp90.805.000
PPh Pasal 21 yang
dipotong Perusahaan
5% x Rp50.000.000 = Rp2.500.000
15% x Rp63.100.000 = Rp6.120.750 (+)
PPh Pasal 21 Terutang
Rp8.620.750
e.
Nama : Tn. A.R
Jabatan : Kepala
Programmer
Status : K/2
Perhitungan PPh Pasal 21
pegawai tetap (Sebelum Gross Up)
Penghasilan bruto setahun
atau disetahunkan Rp104.000.000
Pemotongan :
Biaya Jabatan (5% x
Rp104.000.000)
Maks Rp6.000.000 Rp6.000.000
THT Rp2.080.000
(-)
Penghasilan Netto Setahun
Rp96.720.000
PTKP(Penghasilan Tidak
Kena Pajak)
Diri Sendiri Rp54.000.000
Tambahan WP Kawin Rp4.500.000
Tanggungan (Maks 3 orang)
@Rp4.500.00 x 2 Rp9.000.000
Total PTKP Rp67.500.000
(-)
PKP Rp29.220.000
PPh Pasal 21 yang
dipotong Perusahaan
5% x Rp29.220.000 = Rp1.461.000
PPh Pasal 21 Terutang
Rp1.461.000
Berdasarkan pada hasil perhitungan diatas, dapat
dilihat pada tabel 2 PPh pasal 21 terhutang sebesar Rp44.065.750 yang
seluruhnya akan ditanggung oleh perusahaan dalam bentuk beban PPh Pasal 21.
Untuk mengatasi hal tersebut maka beban PPh Pasal 21 yang ditanggung perusahaan
tersebut harus diubah namanya menjadi Tunjangan pajak PPh Pasal 21 dengan cara
menggunakan metode Gross Up.
Dalam hal ini yang perlu diperhatikan adalah dengan
menggunakan penerapan metode Gross Up maka akun biaya PPh Pasal 21 yang terkena
koreksi fiskal dihapuskan dan digantikan dengan akun tunjangan PPh Pasal 21.
Perhitungan
PPh Pasal 21 Sesudah Metode Gross Up
Rincian
perhitungan dalam penerapan metode Gross Up adalah sebagai berikut:
a. Nama
: Tn E.H.S
Jabatan : Direktur
Status : K/3
PKP diketahui sebesar Rp113.100.000
terletak diantara lapisan kedua PKP, yaitu lapisan Rp50.000.000 s/d lapisan
Rp250.000.000 sehingga perhitungannya sebagai berikut:
TP = (PKP x 15%)-Rp5.000.000 =
(Rp113.100.000 x 15% - Rp5.000.000
0,85
0,85
=Rp16.965.000-Rp5.000.000
0,85
=Rp11.965.000
0,85
= Rp14.076.470
Dari
hasil perhitungan Gross Up diperoleh tunjangan pajak yang dibayarkan kepada
pegawai sebesar Rp14.076.470
Perhitungan
PPh 21 Tn E.H.S (Sesudah Gross Up)
Penghasilan
bruto setahun atau disetahunkan Rp195.000.000
Tunjangan
Pajak Rp14.076.470
(+)
Penghasilan
Bruto setelah Tunjangan Rp209.076.470
Pemotongan
:
Biaya
Jabatan (5% x Rp209.076.470)
Maks Rp6.000.000 Rp6.000.000
THT Rp3.900.000
(-)
Penghasilan Netto Setahun
Rp199.176.470
PTKP(Penghasilan Tidak
Kena Pajak)
Diri Sendiri Rp54.000.000
Tambahan WP Kawin Rp4.500.000
Tanggungan (Maks 3 orang)
@Rp4.500.00 x 3 Rp13.500.000
Total PTKP Rp72.000.000
(-)
PKP Rp127.176.470
PPh Pasal 21 yang
dipotong Perusahaan
5% x Rp50.000.000 = Rp2.500.000
15% x Rp63.100.000 = Rp11.576.470 (+)
PPh Pasal 21 Terutang
Rp14.076.470
b. Nama
: Tn S
Jabatan : Komisaris
Status : K/3
PKP diketahui sebesar Rp113.100.000
terletak diantara lapisan kedua PKP, yaitu lapisan Rp50.000.000 s/d lapisan
Rp250.000.000 sehingga perhitungannya sebagai berikut:
TP = (PKP x 15%)-Rp5.000.000 =
(Rp113.100.000 x 15% - Rp5.000.000
0,85
0,85
=Rp16.965.000-Rp5.000.000
0,85
=Rp11.965.000
0,85
= Rp14.076.470
Dari
hasil perhitungan Gross Up diperoleh tunjangan pajak yang dibayarkan kepada
pegawai sebesar Rp14.076.470
Perhitungan
PPh 21 Tn. S (Sesudah Gross Up)
Penghasilan
bruto setahun atau disetahunkan Rp195.000.000
Tunjangan
Pajak Rp14.076.470
(+)
Penghasilan
Bruto setelah Tunjangan Rp209.076.470
Pemotongan
:
Biaya
Jabatan (5% x Rp209.076.470)
Maks Rp6.000.000 Rp6.000.000
THT Rp3.900.000
(-)
Penghasilan Netto Setahun
Rp199.176.470
PTKP(Penghasilan Tidak
Kena Pajak)
Diri Sendiri Rp54.000.000
Tambahan WP Kawin Rp4.500.000
Tanggungan (Maks 3 orang)
@Rp4.500.00 x 3 Rp13.500.000
Total PTKP Rp72.000.000
(-)
PKP Rp127.176.470
PPh Pasal 21 yang
dipotong Perusahaan
5% x Rp50.000.000 = Rp2.500.000
15% x Rp63.100.000 = Rp11.576.470 (+)
PPh Pasal 21 Terutang
Rp14.076.470
c. Nama
: Tn B.R.H
Jabatan : Manager
Status : K/3
PKP diketahui sebesar Rp103.360.000
terletak diantara lapisan kedua PKP, yaitu lapisan Rp50.000.000 s/d lapisan
Rp250.000.000 sehingga perhitungannya sebagai berikut:
TP = (PKP x 15%)-Rp5.000.000 = (Rp103.360.000
x 15% - Rp5.000.000
0,85
0,85
=Rp15.054.000-Rp5.000.000
0,85
=Rp10.054.000
0,85
= Rp11.828.235
Dari
hasil perhitungan Gross Up diperoleh tunjangan pajak yang dibayarkan kepada
pegawai sebesar Rp11.828.235
Perhitungan
PPh 21 Tn. B.R.H (Sesudah Gross Up)
Penghasilan
bruto setahun atau disetahunkan Rp182.000.000
Tunjangan
Pajak Rp11.828.235
(+)
Penghasilan
Bruto setelah Tunjangan Rp193.828.235
Pemotongan
:
Biaya
Jabatan (5% x Rp193.828.235)
Maks Rp6.000.000 Rp6.000.000
THT Rp3.640.000
(-)
Penghasilan Netto Setahun
Rp184.188.235
PTKP(Penghasilan Tidak
Kena Pajak)
Diri Sendiri Rp54.000.000
Tambahan WP Kawin Rp4.500.000
Tanggungan (Maks 3 orang)
@Rp4.500.00 x 3 Rp13.500.000
Total PTKP Rp72.000.000
(-)
PKP Rp112.188.235
PPh Pasal 21 yang
dipotong Perusahaan
5% x Rp50.000.000 = Rp2.500.000
15% x Rp63.100.000 = Rp9.328.235 (+)
PPh Pasal 21 Terutang
Rp11.829.235
d. Nama
: Tn M.C
Jabatan : Consultant
Status : K/3
PKP diketahui sebesar Rp90.805.000
terletak diantara lapisan kedua PKP, yaitu lapisan Rp50.000.000 s/d lapisan
Rp250.000.000 sehingga perhitungannya sebagai berikut:
TP = (PKP x 15%)-Rp5.000.000 = (Rp90.805.000
x 15% - Rp5.000.000
0,85
0,85
=Rp13.620.750-Rp5.000.000
0,85
=Rp8.620.750.
0,85
= Rp10.142.058
Dari
hasil perhitungan Gross Up diperoleh tunjangan pajak yang dibayarkan kepada
pegawai sebesar Rp10.142.058
Perhitungan
PPh 21 Tn M.C (Sesudah Gross Up)
Penghasilan
bruto setahun atau disetahunkan Rp172.250.000
Tunjangan
Pajak Rp10.142.058
(+)
Penghasilan
Bruto setelah Tunjangan Rp182.392.058
Pemotongan
:
Biaya
Jabatan (5% x Rp182.392.058)
Maks Rp6.000.000 Rp6.000.000
THT Rp3.445.000
(-)
Penghasilan Netto Setahun
Rp172.947.058
PTKP(Penghasilan Tidak
Kena Pajak)
Diri Sendiri Rp54.000.000
Tambahan WP Kawin Rp4.500.000
Tanggungan (Maks 3 orang)
@Rp4.500.00 x 3 Rp13.500.000
Total PTKP Rp72.000.000
(-)
PKP Rp100.947.058
PPh Pasal 21 yang
dipotong Perusahaan
5% x Rp50.000.000 = Rp2.500.000
15% x Rp63.100.000 = Rp7.642.058 (+)
PPh Pasal 21 Terutang
Rp10.142.058
e. Nama
: Tn A.R
Jabatan : Kepala
Programmer
Status : K/2
PKP diketahui sebesar Rp29.220.000
terletak diantara lapisan pertama PKP, yaitu lapisan Rp50.000.000 sehingga
perhitungannya sebagai berikut:
TP = (PKP x 15%)-Rp5.000.000 =
(Rp90.805.000 x 5%)
0,85
0,85
=Rp1.461.000
0,85
= Rp1.537.894
Dari
hasil perhitungan Gross Up diperoleh tunjangan pajak yang dibayarkan kepada
pegawai sebesar Rp1.537.894
Perhitungan
PPh 21 Tn M.C (Sesudah Gross Up)
Penghasilan
bruto setahun atau disetahunkan Rp104.000.000
Tunjangan
Pajak Rp1.537.894
(+)
Penghasilan
Bruto setelah Tunjangan Rp105.537.894
Pemotongan
:
Biaya
Jabatan (5% x Rp105.537.894)
Maks Rp6.000.000 Rp5.200.000
THT Rp2.080.000
(-)
Penghasilan Netto Setahun
Rp98.257.894
PTKP(Penghasilan Tidak
Kena Pajak)
Diri Sendiri Rp54.000.000
Tambahan WP Kawin Rp4.500.000
Tanggungan (Maks 3 orang)
No
|
Inisial
|
Status
|
Penghasilan
Bruto
|
PPh
21 Terutang = Tunjangan Pajak
|
Penghasilan
Netto
|
PKP
|
1
|
Tn E.H.S
|
K/3
|
209.076.470
|
14.076.470
|
199.176.470
|
127.176.470
|
2
|
Tn S
|
K/3
|
209.076.470
|
14.076.470
|
199.176.470
|
127.176.470
|
3
|
Tn B.R
|
K/3
|
193.828.235
|
11.828.235
|
184.188.235
|
112.188.235
|
4
|
Tn M.C
|
K/3
|
182.392.058
|
10.828.235
|
172.947.058
|
100.947.058
|
5
|
Tn A.R
|
K/2
|
105.537.894
|
1.537.894
|
98.257.894
|
30.757.894
|
Jumlah
|
899.537.894
|
51.661.127
|
853.746.127
|
498.246.127
|
@Rp4.500.00 x 2 Rp9.000.000
Total PTKP Rp67.500.000
(-)
PKP Rp30.757.894
PPh Pasal 21 yang
dipotong Perusahaan
5% x Rp30.757.894 = Rp1.537.894
Daftar Gaji Pegawai CV Universal
Informasi Teknologi
Disetahunkan setelah penerapan metode
Gross Up
Hasil perhitungan secara keseluruhan
dengan menggunakan penerapan metode Gross Up dapat dilihat pada table diatas.
berdasarkan hasil perhitungan sesudah menggunakan metode Gross Up secara
keseluruhan PPh Pasal 21 terutang akan mengalami kenaikan dari Rp44.065.750
(Sebelum Gross Up) menjadi Rp51.661.127 (Sesudah Gross Up). Hal ini dikarenakan
adanya penambahan faktor tunjangan pajak pada penghasilan pegawai sehingga akan
menaikan Penghasilan Kena Pajak (PKP) yang otomatis akan menaikan PPh Pasal 21
karyawan. Selain itu akun beban PPh Pasal 21 pada laporan L/R Fiskal perusahaan
akan dihapus dan digantikan dengan akun tunjangan PPh Pasal 21.
Keterangan
|
Sebelum
Gross Up
|
Sesudah
Gross Up
|
Keterangan
(Pembulatan)
|
Penghasilan Bruto
|
848.250.000
|
899.911.127
|
Naik 51.661.127
|
PKP Karyawan
|
446.585.000
|
498.246.127
|
Naik 51.661.127
|
Tunjangan Pajak Dengan Gross up
|
51.661.127
|
||
PPh 21 yang terutang
|
44.065.750
|
51.661.127
|
Naik 7.595.377
|
Laba Bersih Komersial Sebelum Pajak
|
932.325.572
|
924.730.195
|
Turun 7.595.377
|
Laba Bersih Komersial Setelah Pajak
|
768.808.074
|
770.630.094
|
Naik 1.822.020
|
Laba Bersih Fiskal Sebelum Pajak
|
897.010.041
|
845.348.914
|
Turun 51.661.127
|
Laba Bersih Fiskal Setelah Pajak
|
733.492.543
|
691.248.813
|
Turun 42.243.730
|
PPh Perusahaan
|
163.517.498
|
154.100.101
|
Turun 9.417.397
|
Perbandingan
PPh 21 Sebelum dan Sesudah Penerapan Metode Gross Up
Dapat dilihat pada tabel 3 Bahwa dengan menggunakan
metode Gross Up tunjangan pajak yang diberikan oleh pemberi kerja sebesar
Rp51.661.127 besarnya sama dengan PPh Pasal 21 terutang karyawan. Tunjangan
Pajak = PPH Pasal 21 terutang.
Penghasilan Bruto dan PKP pegawai setelah penerapan
Metode Gross Up naik sebesar tunjangan PPh Pasal 21 yang diberikan, yaitu
sebesar Rp51.661.127 sehingga mengakibatkan PPh Pasal 21 terutang naik sebesar
Rp7.595.377.
Laba
bersih Komersial sebelum pajak akan mengalami penurunan menjadi Rp924.730.195 sedangkan
laba komersial setelah pajak akan mengalami kenaikan menjadi Rp770.630.094.
Laba Fiskal Sebelum Pajak dan setelah pajak masing-masing akan mengalami
penurunan masing-masing menjadi
Rp845.348.914 dan sebesar Rp691.248.813
Dengan diterapkannya Metode Gross Up maka akun beban
PPh Pasal 21 pada perhitungan L/R perusahaan dihapus dan digantikan akun
Tunjangan PPh Pasal 21, sehingga perusahaan terhindar dari koreksi fiskal, hal
ini berakibat pada PPh badan, dimana PPh badan akan mengalami penurunan dari
Rp163.517.498 menjadi Rp154.100.101. Dengan adanya penurunan PPh badan berarti
terjadi penghematan PPh badan sebesar Rp9.417.397. sehingga penerapan metode
Gross Up ini dapat dijadikan sebagai alternatif efisiensi pajak pada CV Universal
Informasi Teknologi.