BAB II
PEMBAHASAN
I.
KODE ETIK PSIKOLOGI INDONESIA
A. Pengertian
Kode etik
artinya aturan tata susila atau sikap akhlak (moral). Kode Etik Psikologi
Indonesia adalah aturan tata susila atau sikap akhlak (moral) para sarjana
psikologi yang harus dipatuhi dalam melakukan pekerjaan atau praktek
profesi.dengan adanya Kode Etik Psikologi, tiap ilmuan psikologi dan psikologi
yang melakukan praktek harus memperhatikan rambu-rambu profesi yaitu apa yang
boleh dilakukan dan tidak boleh dilakukan, atau apa dan bagaimana seharusnya
bersikap secara prefesional. Kode etik psikologi ini disusun untuk di taati dan
dijunjung tinggi oleh ilmuan psikologi dan psikologi dalam pelaksanaan
pemberian jasa psikologi dan praktik psikologi, seperti pemberian jasa konsultasi
dan psikoterapi, penyaji tes psikologis, pengajaran dan penelitian, supervisi,
dan penelitian; dan dijaga agar tidak terjadi penyimpangan-penyimpangan
(malpraktek) dengan harapan dapat meningkatkan tingkat kepercayaan pada
pelaku-pelaku profesi psikologi khususnya,dan kepercayaan masyarakat terhadap
profesi psikologi pada umumnya. Kode etik mengandung prinsip-prinsip yang
mengatur:
a.
Hak dan kewajiban profesional dengan
teman sejawatnya
b.
Hak dan kewajiban psikolog dalam
hubungannya dengan klien
c.
Hak dan kewajiban menyimpang dan
menggunakan data yang diperoleh karena profesinya secara bertanggung jawab
d.
Serta nilai-nilai normatif lainnya
yang telah disepakati dalam profesi psikologi.
B. Asas-asas
Dalam Kode Etik Psikologi
Kode etik
psikologi memiliki asas-asas yang harus dipahami dan dilaksanakan dengan penuh
kesadaran dan bertanggung jawab oleh para anggotanya. Asas-asas yang terkandung
dalam kode etik psikologi antara lain:
1.
Asas Konfidentialitas
(confidentiality) yaitu dalam menjalankan tugas profesinya, psikolog dan ilmuan
psikologi harus memegang teguh kerahasiaan segala sesuatu yang diketahuinya
sebagai akibat atau hasil dari pekerjaan profesinya. Oleh karena itu dalam
menjalankan praktek sebagai psikolog harus dapat menyimpan rahasia kliennya.
Jika hal ini dapat dilakukan dengan baik, maka masyarakat yang akan memerlukan
jasa psikologi tidak akan takut atau ragu bahwa rahasia pribadinya akan
tersebarluaskan atau diberitahukan kepada orang lain yang seharusnya memang
tidak perlu mengetahui. Apabila terjadi rahasia klien (akan) disebarluaskan
atau diberitahukan kepada orang lain berarti bisa dianggap membuka aib
seseorang yang seharusnya dilindungi oleh psikolog yang memberikan jasanya
dengan memegang asas konfidentialitas diharapkan dapat menumbuhkan kepercayaan
masyarakat terhadap profesi psikologi yang selanjutnya justru mendatangkan
keuntungan (martabat, finansial, dan lain-lain) kepada psikolog yang
bersangkutan khususnya dan psikolog yang lain pada umumnya.
2.
Asas Privasi (privascy) yaitu asas
tentang adanya hak seorang individu untuk membuat keputusan bagi dirinya
sendiri mengenai pikiran, perasaan, atau data dirinya yang dapat diberikan pada
orang lain (psikolog). Berdasarkan asas ini seorang psikolog tidak boleh
memaksa klien (individu) untuk memberikan pernyataan atau data tentang dirinya
yang menurut klien tersebut dianggap sebagai suatu rahasia yang harus disimpan
baik-baik. Dalam proses konsultasi psikologi, klien berhak memilih untuk
menetapkan bagian mana dari perasaan atau pikiran dan data lain yang akan
diberikan kepada psikolog sesuai kebutuhannya. Dalam hal ini, keterampilan
psikolog untuk dapat menggunakan teknik-teknik tertentu sebagai jurus
andalannya mendapat tantangan dalam menghadapi klien tanpa mengorbankan dan
melanggar asas privasi yang dimiliki lien. Secara profesional psikolog
tertantang untuk dapat menggungkap persoalan sebenarnya yang dihadapi klien,
sedang dilain pihak secara ikhlas mau memberikan data yang diperlukan tanpa
merasa dilanggar hak privasinya.
3.
Asas hak istimewa (privilege) yaitu
adanya hak tertentu bagi klien untuk mengatakan atau tidak mengatakan tentang
sesuatu mengenai dirinya kepada orang lain yang memiliki hubungan kepentingan
tertentu. Hal ini bisa juga disebut sebagai adanya hak kekebalan bagi klien
untuk melindungi dirinya dari pengetahuan orang lain (dalam hal ini psikolog).
Seorang klien mungkin karena alasan tertentu memiliki kekhawatiran atau masih
agak kurang percaya bahwa psikolog yang menanganinya akan menyimpan rahasia
dirinya dengan baik setelah pross konsultasi, sehinggga akan menggunakan hak
privasi dan kekebalannya. Pengguna hak privasi serta kekebalan klien tidak
terlepas dari kepercayaan klien terhadap asas konfidentialitas. Jika hal ini
terjadi berarti proses konsultasi akan mengalami hambatan atau
ketidaksempurnaan. Oleh karena itu, peningkatan profesionalisme dalam
menjalankan praktek sebagai psikolog menjadi kewajiban/tuntutan tiap sarjana
psikolog (indonesia).
Dengan
menggunakan asas-asas kode etik tersebut, seorang psikolog dihadapkan pada
keterbatasan-keterbatasan tertentu dalam menjalankan praktek profesinya.
C. Hambatan
Bersikap Profesional
Motivasi
sebagai psikolog untuk dapat bersikap dan bertindak lebih profesional dalam
menjalankan tugas profesinya saat ini memang terasa. Akan tetapi untuk
mewujudkan motivasinya tersebut, psikolog kadang-kadang mengalami hambatan.
Meskipun usaha untuk menghadapi hambatan telah dilakukan lebat berbagai
kegiatan, namun terkadang masih ada kegagalan-kegagalan menghadangnya. Diantara
hambatan yang mungkin menjadi sumber kegagalan dapat dibedakan antara hambatan
objektif dan hambatan subjektif.
Hambatan
bersifat objektif, karena sumbernya berada diluar jangkauan kekuasaanya, yaitu
berada diluar dirinya sedang hambatan bersifat subjektif terletak pada diri
psikolog yang bersangkutan, sehingga pengatasannya tergantung niat baik yang
bersangkutan.
1.
Hambatan
subjektif
a.
Keterbatasan pengetahuan tentang
masalah yang dihadapi
b.
Keterbatasan ketrampilan untuk
memecahkan masalah yang dihadapi
c.
Keterbatasan alat diagnosis yang
cocok/sesuatu dengan kasus/masalah yang dihadapi
d.
Keterbatasan komunikasi dengan
klien, karena kesulitan bahasa atau tingkat kecerdasannya.
Untuk
mengatasi berdagai keterbatasan tersebut, jalan paling baik adalah jika
psikolog yang bersangkutan mau belajar terus menerus untuk lebih meningkatkan
kemampuan sehingga hambatan tersebut tidak akan terjadi lagi.
Hambatan
subjektif lain yang lebih bersumber pada kepribadian psikolog yang bersangkutan
yaitu menyangkut sikap mental (moral). Hal ini dapat dikatakan bersumber pada
nafsu atau motivasi yang sesat, antara lain yaitu:
a.
Ingin cepat kaya, sehingga
menetapkan tarif yang kurang seimbang denan jasa yang diberikan.
b.
Ingin menonjol/ merasa ahli dan
hebat, diantara sesama profesi, sehingga mungkin secara sadar atau tidak sadar
menjatuhkan wibawa atau bahkan memfitnah teman sejawatnya. Solidaritas
kejawatan diabaikan. Selain itu, bentuk lainnya adalah bahwa untuk meraih
popularitasnya dengan cara mencari klien sebanyak-banyaknya lewat banting taris
jasa pelayanan, namun memberi pelayanan dibawah patokan yang baku.
c.
Ingin terkenal bsebagai ahli yang
hebat, sehingga bukan saja menggunakan pengetahuan psikologi yang benar, akan
tetapi menggunakan teknik-teknik atau metode yang tidak dikenal/ dibakukan
dalam bidang psikoterapi atau bentuk jasa psikologi jasa lainnya. Akibat
terjadi kecendrungan praktek sebagai PSIKUM (praktek perkedokan psikolog, akan
tetapi pada hakekatnya praktek perdukunan).
Perwujudan
nafsu-nafsu sebagai penyaluran ‘motivasi sesat’ lainnya masih banyak ragamnya.
Akan tetapi sebagai contoh bahwa paktek psikologi dapat secara tidak sadar
dilakukan oleh seseorang karena dorongan nafsu-nafsu tertentu, yang secara
tidak sadar mengarah pada pelanggaran kode etik.
2.
Hambatan
objektif
Diantara
sumber hambatan objektif antara lain adalah karena pengaruh kemajuan teknologi
yang pesat, sementara psikolog belum atau tidak mengikuti perkembangan,
sehingga akibatnya diagnosis yang diterapkan tidak/ kurang sesuai dengan
kebutuhan. Hambatan juga dapat terjadi karena klien terlalu teguh menggunakan
hak privasi atau hak privasilege, sehingga kerjasama yang diharapkan dari klien
tidak akan diketemukan oleh psikolog.jika hal ini terjadi jelas psikolog yang
bersangkutan tidak dapat memberikan jasa psikolog secara maksimal. Untuk
mengatasi hambatan-hambatan objektif inipun menjadi tantangan psikolog yang
bersangkutan untuk lebih meningkatkan keterampilan dan pengetahuan yang
mendukung profesionalismenya.
II.
IJIN PRAKTEK PSIKOLOGI
A. Pengertian
Praktek Psikologi
Yang
dimaksud dengan praktek psikologi adalah kegiatan yang dilakukan oleh psikolog
yang memberikan jasa dan praktek kepada masyarakat dalam pemecahan masalah
psikologis yang bersifat individual maupun kelompok dengan menerapkan prinsip
psikodiagnotik. Pengertian praktek psikolog tersebut termasuk melakukan
kegiatan DIAGNOSIS, PROGNOSIS, KONSELING dan PSIKOTERAPI. Jasa psikologi adalah
jasa kepada perorangan atau kelompok/organisasi/institusi yang diberikan oleh
ilmuan psikologi indonesia sesuai kompetensi dan kewenangan keilmuan psikologi
dibidang pengajaran, pendidikan, pelatihan, penelitian penyuluhan masyarakat.
Yang
dimaksud sebagai pengguna jasa psikologi atau pemakai jasa psikologi adalah
perorangan, kelompok, lembaga, atau organisasi. Pemakai jasa juga dikenal
dengan sebutan KLIEN. Sehingga dengan demikian dalam melaksanakan kegiatanya,
ilmuan psikolog dan psikolog mengutamakan kompetensi, objektivitas, kejujuran,
menjunjung tinggi integritas dan norma-norma kehlian serta menyadari konsekuensi
tindakannya. Ilmuan psikolog wajib menyadari bahwa perilakunya dapat
mempengaruhi citra ilmuan psikologi dan psikolog serta profesi psikologi.
Bagian ini
menjadi amat penting untuk diperhatikan oleh setiap pengguna jasa psikologi
khususnya bila mereka menerima/meminta jasa praktek psikologi yang diberikan
oleh Psikologi. Pengguna jasa praktek psikologi/ klien berhak tahu apakah ia
memberikan layanan oleh psikolog yang bertanggung jawab atau tidak. Apakah yang
bersangkutan dilayani oleh yang mengaku psikolog atau tidak.
Psikolog
yang memiliki tanggung jawab adalah psikolog yang mengutamakan kompetensi,
objektivitas, kejujuran, menjunjung tinggi integritas dan norma-norma keahlian
serta menyadari konsekuensi tindakannya. Artinya psikolog selain perlu
melindungi dirinya juga harus tahu bahwa hak klien juga perlu dilindungi. Oleh
karenanya, seorang psikolog yang memiliki tanggung jawab, akan memiliki ijin
praktek sebagaimana yang ditentukan oleh organisasi profesinya. Dengan psikolog
memiliki ijin praktek ini, secara tegas dan nyata juga menjunjung tinggi kode
etik psikologi indonesia serta tatacara dalam menjalankan prakteknya.
Hal ini juga
berarti psikolog menghormati hak klien dimana klien boleh dan bisa meminta
pertanggungjawaban terhadap praktek psikologi yang dijalankannya. Psikolog juga
menyadari bahwa banyak yang mengaku sebagai psikolog namun sama sekali tidak
mewakili wewenang untuk menjalankan praktek psikologi. Oleh karena itu sebagai
bentuk tanggung jawab seorang psikolog perlu memiliki ijin praktek.
B. Pentingnya
Surat Ijin Praktek Psikologi
Surat ijin
praktek. Psikologi perlu dimiliki oleh para psikolog yang akan melaksanakan
praktek psikologi, dengan tujuan antara lain sebagai berikut:
1.
Memberikan perlindungan kepada klien
dari malpraktek yang dilakukan oleh pemberi jasa psikologi yang kurang? Tidak
bertanggung jawab. Dengan keharusan memiliki surat ijin praktek psikologi,
pemberi jasa psikologi daoat diketahui identitasnya, alamat prakterk, latar
belakang kemampuan dan baku tidaknya prosedur pemberian jasa psikologi yang
dilakukan. Dengan perlindungan tersebut berarti pemerintah berusaha melindungi
klien dari kemungkinan menjadi korban penipuan.
2.
Memberi perlindungan kepada
masyarakat luas dari kemungkinan penipuan oleh orang-orang yang tidak/ kurang
bertanggung jawab, baik karena sebenarnya mereka tidak memiliki wewenang
melakukan praktek psikologi disebabkan tidak memiliki kemampuan yang
diperlukan, maupun karena kedok/ motif untuk mencari keuntungan pribadinya.
Dengan pencantuman ada tidaknya surat ijin praktek oleh setiap orang yang
membuka praktek psikologi, maka masyarakat dapat mengintrol orang yang
bersangkutan
3.
Pemerintah dapat mengintrol setiap
pemohon surat ijin praktek menyangkut kemampuan yang dimiliki oleh pihak
bersangkutan yang diperlukan untuk dapat memberikan layanan jasa psikologi
sesuai pembakuan yang berlaku dalam lingkungan profesi psikologi
Perlindungan
kepada profesi psikologi pada umumnya, yaitu dengan kontrol pemberian surat
ijin praktek, dapat diminimalkan pelaksanaan praktek psikologi oleh orang-orang
yang tidak berwenang.