Wednesday, January 15, 2020

Penulisan Karya Ilmiah - Makalah Bahasa Indonesia

makalah, makalah bahasa indonesia, makalah tentang karya ilmiah, pengertian masalah, penetapan masalah dalam penulisan karya ilmiah,bentuk-bentuk masalah, kerangka karangan, penulisan kutipan, makalah tentang karya ilmiah, makalah bahasa indonesia

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Penetapan Masalah Dalam Penulisan Karya Ilmiah
a.    Pengertian Masalah
Langkah pertama dan sekaligus juga merupakan hal yang paling esensial dalam penyusunan karya ilmiah adalah menetapkan/mengajukan masalah. Secara umum masalah berada pada suatu konsistensi tertentu yang dipengaruhi atau berhubungan dengan berbagai faktor tertentu. Oleh karena itu, seyogyanya masalah tersebut terlebih dahulu dikenali melalui hubungannya dengan berbagai faktor tersebut.
Pengenalan masalah tersebut akan memunculkan berbagai pernyataan yang disebut masalah.Masalah sebagaimana didefinisikan oleh Sudjana (1991: 21) adalah " pertanyaan-pertayaan yang sengaja diajukan untuk dicari jawabanya melalui peneliitian". Masalah merupakan suatu kondisi yang memerlukan pembahasan, pemecahan, informasi, atau keputusan (Nawawi dan Hadari, 1996: 38).
Sebuah masalah adalah suatu situasi yang merupakan akibat dari interaksi dua atau lebih faktor (seperti kebiasaan-keadaan-keadaan, keinginan-keinginan) yang menimbulkan :­
1.      Pernyataan yang membingungkan (masalah konseptual).
2.      konflik yang mengharuskan memilih alternatif-alternatif yang
diperdebatkan (masalah aksi).
3.      Konsekuensi yang tidak diharapkan (masalah nilai).
b.   Bentuk-Bentuk Masalah
Bentuk-bentuk masalah dikembangkan berdasarkan penelitian menurut tingkat eksplanasinya. Berdasarkan hal tersebut masalah dapat dikelompokkan kepada bentuk masalah deskriptif, komperatif, danasosiatif.
1)   Masalah Deskriptif
Masalah deskriptif adalah suatu masalah yang berkenaan dengan variable mandiri, tanpa membuat perbandingan dan menghubungkan
2)   Masalah Komparatif
Masalah komparatif adalah suatu permasalahan yang bersifat membandingkan keberadaan suatu variable pada dua sampel atau lebih.
3)   Masalah Asosiatif
Masalah asosiatif adalah suatu pertanyaan penelitian yang bersifat menghubungkan dua variable atau lebih. 
c.    Penetapan Masalah
Penetapan masalah harus memperhatikan aturan ataupun kebijakan yang telah ditetapkan. Di setiap perguruan tinggi terdapat aturan penulisan karya ilmiah yang dimuat dalam suatu buku panduan yang disebut Panduan Penulisan Karya Ilmiah. Dalam buku panduan penulisan karya ilmiah, diperoleh gambaran secara teknik cara menyusun karya ilmiah. Penetapan dan perumusan masalah, menjadi masalah pokok dalam usulan penelitian. Pada dasarnya merupakan rumusan fenomena yang akan dijawab dalam penelitian. Masalah sebagai fenomena, berarti sebuah gejala sehingga untuk mendapatkannya dapat ditelusuri dari sumber fenomena tersebut. Sedangkan sebagai rumusan pokok maka seharusnya masalah, menjadi hal yang pertama dicari, dirumuskan dan dibatasi oleh seorang peneliti.
Sumber masalah, berasal dari mana saja, dan untuk memperolehnya dapat dilakukan melalui pengamatan terhadap alam, membaca, berdiskusi ataupun melalui pengalaman-pengalaman. Turney dan Noble dalam Danim (2000:56), menyatakan lima sumber masalah penelitian empirik, yaitu;
1)      pengalaman pribadi,
2)      keterangan yang diperoleh secara tidak sengaja,
3)      kerja dari kontak-kontak profesional,
4)      pengujian dan pengembangan teori, dan
5)      analisis terhadap literatur profesional dan hasil-hasil penelitian yang relevan.
Banyak hal yang dapat dijadikan masalah, hanya saja apakah persoalan itu layak diteliti atau tidak? Untuk itu dibutuhkan kriteria masalah penelitian.
Kriteria masalah dibutuhkan setelah seseorang dapat mengungkap permasalahan atas sesuatu objek yang diperhatikannya. Nawawi dan Hadar (1995:24-29) merumuskan tiga unsur dan enam kriteria masalah yang dapat diangkat dalam karya ilmiah yaitu;
(a) masalah harus tampak dan dirasakan sebagai suatu tantangan bagi peneliti untuk dipecahkan dengan mempergunakan keahlian atau kemampuan profesionalnya,
(b) masalah merupakan kondisi yang menunjukkan kesenjangan (gap) antara peristiwa atau keadaan nyata (das sain) dengan tolok ukur tertentu (das sollen) sebagai kondisi ideal atau seharusnya bagi peristiwa atau keadaan tertentu itu, dan,
(c) masalah adalah keraguan yang timbul terhadap suatu peristiwa atau keadaan tertentu berupa kesangsian tentang tingkat kebenarannya, termasuk juga ketidaktahuan mengenai peristiwa atau keadaan yang diragukan itu. Keraguan terhadap sesuatu, sehingga sesuatu tersebut masih perlu dibuktikan/diverifikasi sehingga dapat menjadi masalah dalam penelitian.
Adapun kriteria masalah yang baik adalah;
(a) berguna untuk diungkapkan,
(b) relevan dengan kemampuan dan keahlian peneliti,
(c) menarik perhatian untuk diungkapkan,
(d) menghasilkan sesuatu yang baru,
(e) dapat dihimpun datanya secara lengkap dan objektif, dan
(f) tidak terlalu luas atau sebaliknya. Pembatasan masalah, perlu dilakukan karena masalah itu tidak berdiri sendiri tetapi terkait dengan masalah-masalah lain sehingga sulit memfokuskan rumusan masalah pada masalah penelitian. 
Sudjana (1991 : 21-23) mengemukakan ada tiga segi untuk mengukur kelayakan suatu.masalah untuk diteliti :
1.      Dan segi keilmuan, harus jelas kedudukannya berada dalam struktur keilmuan yang sedang dipelajari.
2.      Dari segi metode keilmuan, masalah harus dapat dipecahkan melalui langkah berfikir ilmiah atau metode ilmiah.
3.      Masalah harus disesuaikan dengan kepentingan mahasiswa itu sendiri.
Furchan (1992:81-85) mengemukakan pula kriteria masalah yang yang layak untuk dibahas.
1.       Idealnya masalah tersebut hendaknya merupakan masalah yang pemecahan akan memberikan sumbangan kepada bangunan pengetahuan di bidang pendidikan­
2.       Persoalan itu hendaknya merupakan persoalan yang akan membawa kita kepada persoalan-persoalan baru dan dengan demikian Juga kepada penelitian berikutnya.
3.       Persoalan itu harus merupakan persoalan yang dapat diteliti.
4.       Persoalan itu harus sesuai dengan: (a) menarik; (b) berada dalam bidang yang dikuasai; (c) dapat dilaksanakan dalam situasi tempat peneliti; (d) dapat diselesaikan dalam waktu yang tersedia; (e) secara ethic dan politik dapat dilakukan; (f).mungkin memperoleh akses mengumpukan data.

2.2  Kerangka Karangan
a.      Pengertian Kerangka Karangan
Kerangka karangan adalah rencana kerja yang membuat garis-garis besar suatu karangan yang ketentuan-ketentuan bagaimana kita akan menyusun karangan-karangan. Kerangka karangan dapat diartikan rancangan kerja yang memuat ketentuan-ketentuan pokok bagaimana suatu topik harus diperinci dan dikembangkan.Kerangka karangan dapat berbentuk catatan-catatan sederhana tapi juga dapat berbentuk mendetail dan digarap sangat cermat.
b.      Manfaat Kerangka Karangan
Kerangka karangan dapat membantu penulis dalam hal-hal berikut:
1)         Untuk menyusun karangan secara teratur.
2)         Memudahkan penulis menciptakan klimaks yang berbeda-beda.
3)         Menghindari garapan sebuah topik sampai dua kali atau lebih.
4)         Memudahkan penulis untuk mencari materi pembantu.
c.       Fungsi Kerangka Karangan
Adapun fungsi kerangka karangan adalah :
1)      Memperlihatkan pokok bahasan, sub bahasan.
2)      Mencegah pembahasan keluar dari  sasaran yang sudah dirumuskan dalam topik, judul, kalimat, tesis dan tujuankarangan.
3)      Memudahkan penyusunan karangan sehingga menjadi lebih baik dan teratur.
4)      Memudahkan penempatan antara pembagian karangan yang penting dengan yang kurang penting.
5)      Menghindari timbulnya pengulangan pembahasan.
6)      Membantu pengumpulan sumber-sumber yang diperlukan
d.      Penyusunan Kerangka Karangan
Langkah-langkah dalam penyusunan kerangka karangan adalah:                
1)      Rumuskan tema, harus berbentuk (tesis) atau pengungkapan maksud.
2)      Inventarisasi topik.
3)      Evaluasi semua topik yang telah tercatat.
4)      Menentukan sebuah pola susunan yang paling cocok.
e.       Pola Penyusunan Kerangka Karangan
1)      Pola Alamiah.
Pola  Alamiah adalah suatu urutan kerangka karangan dengan keadaan nyata di alam yang didasari tiga atau empat dimensi dalam kehidupan manusia atas-bawah, melintang-menyeberang, sekarang-nanti, dulu-sekarang, timur-barat. Pola alamiah dapat di bagi menjadi tiga bagian:

a)      Urutan Berdasarkan Waktu (Kronologis)
Urutan kronologis adalah urutan yang didasarkan pada runtunan peristiwa atau tahap-tahap kejadian berdasarkan kronologinya. Peristiwa yang satu dengan peristiwa yang lain.
b)      Urutan Ruang (Spasial)
Yaitu urutan yang didasarkan pada ruang atau tempat. yang biasanya digunakan dalam tulisan yang bersifat deskriptif.
c)      Topik yang ada.
Yaitu untuk menggambarkan  hal tersebut secara lengkap pada bagian-bagian tertentu.
2)      Pola Logis.
Macam-macam urutan logis:
a)      Urutan klimaks dan anti klimaks.
Posisi suatu rangkaian yang penting berada pada akhir rangkaian di sebut urutan klimaks. Sedangkan posisi  yang penting berada di awal karangan disebut urutan anti klimaks.
b)      Urutan kausal.
Urutan  kausal mencakup dua pola dari sebab ke akibat dan urutan akibat ke sebab pola yang pertama disebut sebab. Pola selanjutnya disebut akibat.
c)      Urutan pemecahan masalah.
Urutan pemecahan masalah di mulai dari suatu masalah tertentu kemudian berkembang menuju kesimpulan umum atau pemecahan suatu masalah tersebut.
Landasan pemecahan masalah terdiri atas tiga bagian:
(1)     Deskripsi : mengenai persoalan atau masalah
(2)     Analisa : mengenai sebab akibat sari persoalan
(3)     Alternatif  : untuk jalan keluar suatu masalah
d)      Urutan umum khusus.
Suatu  masalah yang dimulai dari suatu kelompok kecil di sebut urutan umum-khusus, tapi sebaliknya jika persoalan itu memaparkan peristiwa dari kelompok kecil sehingga menelusuri kelompok besar di sebut khusus-umum.
e)       Urutan familiaritas.
Adalah mengemukakan sesuatu yang sudah dikenal kemudian berangsur pindah kepada hal-hal yang kurang di kenal.
f)       Urutan akseptabilitas.
Adalah mempersoalkan apakah suatu gagasan diterima atau tidak oleh pembaca ataukah disetujui atau tidak
f.        Macam-Macam Kerangka Karangan
1)      Berdasarkan perincian.
a)      Kerangka karangan sederhana(non-formal)
Merupakan suatu alat bantu, sebuah penuntun bagi suatu tulisan yang terarah.yang terdiri dari tesis dan pokok-pokok utama.
b)      Kerangka karangan formal
Kerangka karangan yang timbul dari pertimbangan bahwa topik yang akan di garap bersifat sangat komplek atau suatu topik yang sederhana tetapi penulis tidak bermaksud untuk segera menggarapnya.
2)      Berdasarkan perumusan teks.
c)      Kerangka kalimat.
Menggunakan kalimat deklaratif  yang  lengkap untuk merumuskan setiap topik, sub topik. Misalnya: 1) Pendahuluan  2) Latar belakang  3) Rumusan masalah  4)Tujuan.
Manfaat menggunakan kerangka kalimat :
(1)   Memaksa penulis untuk merumuskan topik yang akan diuraikan.
(2)   Perumusan topik-topik akan tetap jelas.
(3)   Kalimat yang dirumuskan dengan baik dan cermat akan jelas bagi siapapun,seperti bagi pengarangnya sendiri.

d)      Kerangka topik
Kerangka topic dimulai dengan perumusan tesis dalam sebuah kalimat yang lengkap dan menggunakan kata atau frase. Kerangka lebih baik manfaatnya dari kerangka topik, tetapi kelebihan kerangka topik adalah lebih jelas merumuskan hubungan-hubungan  kepentingan antar gagasan.
g.      Syarat-Syarat Kerangka Karangan
1)      Tesis atau pengungkapan maksud harus jelas.
2)      Tiap unit dalam kerangka karangan hanya mengandung satu gagasan.
3)      Pokok-pokok kerangka karangan harus disusun secara logis
4)      Harus mempergunakan pasangan simbol yang konsisten
h.      Mengembangkan Kerangka Karangan
Setelah karangan tertulis tersusun langkah selanjutnya yang harus dilakukan penulis adalah mengembangkan kerangka karangan menjadi sebuah bentuk karya tulis yang utuh. Pengembangan kerangka karangan membutuhkan sejumlah data ataupun kebenaran-kebenaran yang mendukung gagasan.
i.        Penerapan Penyuntingan
Untuk menerapkan cara penyuntingan kerangka karangan dengan mempergunakan semua persyaratan akan memudahkan uraian mengenai penerapan penyusunan.
2.3  Penulisan Kutipan
Kata pengutipan berarti hal, cara atau proses mengutip. Mengutip merupakan pekerjaan mengambil atau memungut kutipan. Menurut Azahari (dalam Alam, 2005:38) “kutipan merupakan bagian dari pernyataan, pendapat, buah pikiran, definisi, rumusan atau penelitian dari penulis lain, atau penulis sendiri yang telah terdokumentasi, serta dikutip untuk dibahas dan ditelaah berkaitan dengan materi penulisan”. Batasan di atas tidak hanya memaparkan hakikat kutipan, tetapi juga menjelaskan kepentingan mengutip, yakni untuk dibahas dan ditelaah. Hal ini mengandung pengertian bahwa pengutipan memiliki tujuan tertentu, bukan sekadar menambah jumlah paparan penelitian.
Walaupun penulis diperkenankan mengutip, bukan berarti tulisannya syarat dengan kutipan (perhatikan pula Keraf, 2001: 179). Tulisan hasil penelitian haruslah merupakan hasil gagasan asli penulisnya bukan kumpulan kutipan pendapat pihak lain. Jika akan mengutip pertimbangkanlah jangan sering mengutip dengan cara langsung, variasikan dengan cara tidak langsung. Kutipan seharusnyalah dapat mengembangkan gagasan penelitian.
a.      Rumusan penulisan kutipan
Mengutip merupakan pekerjaan yang dapat menunjukkan kredibilitas penulis. Oleh karena itu, mengutip harus dilakukan secara teliti, cermat, dan bertanggung jawab. Hariwijaya dan Triton (2011: 151) mengatakan bahwa ketika mengutip perlu dipelajari bagaimana teknik pengutipan sesuai dengan standar ilmiah (penambahan kata dengan oleh penulis). Untuk itu, perlu diperhatikan hal berikut: (1) mengutip sehemat-hematnya, (2) mengutip jika dirasa sangat perlu semata-mata, dan (3) terlalu banyak mengutip mengganggu kelancaran bahasa.
b.      Cara Mengutip
Ada dua cara untuk mengutip, yaitu mengutip langsung dan mengutip tidak langsung.
Kutipan langsung merupakan salinan yang persis sama dengan sumbernya tanpa penambahan (Widjono, 2005: 63), sedangkan kutipan tidak langsung menyadur, mengambil ide dari suatu sumber dan menuliskannya sendiri dengan kalimat atau bahasa sendiri (Widjono, 2005: 64).
1)      Kutipan Tidak Langsung
Cara melakukan kutipan tidak langsung adalah sebagai berikut:           
a)      Menggunakan redaksi dari penulis sendiri (parafrasa);
b)      Mencantumkan sumber (nama penulis, tahun, dan halaman).
Contoh1:
Menurut salah satu historiografi tradisional, penyerahan kekuasaan kerajaan Pajajaran kepada Kerajaan Sumedanglarang berlangsung melalui penyerahan mahkota emas raja Kerajaan Sunda Pajajaran kepada Prabu Geusan Ulun. Penyerahan mahkota secarasimbolis berarti bahwa Sumedanglarang menjadi penerus Kerajaan Sunda (Suryaningrat, 1983: 20-21 dan 30).
2)      Kutipan Langsung
Cara melakukan kutipan langsung adalah sebagai berikut.
a)      Jika kutipan empat baris atau kurang (langsung pendek), Dikutip apa adanya, Diintegrasikan ke dalam teks paparan penulis, Jarak baris kutipan dua spasi (sesuai dengan jarak spasi paparan), Dibubuhi tanda kutip (“….”).
b)      Sertakan sumber kutipan di awal atau di akhir kutipan, yakni nama penulis, tahun terbit, dan halaman sumber (PTH atau Author, Date, Page (ADP), misalnya (Penulis, 2012:100).
c)      Jika berbahasa lain (asing atau daerah), kutipan ditulis dimiringkan (kursif).
d)      Jika ada kesalahan tik pada kutipan, tambahkan kata sic dalam kurung (sic) di kanan kata yang salah tadi.
e)      Jika ada bagian kalimat yang dihilangkan, ganti bagian itu dengan tanda titik sebanyak tiga biah jika yang dihilangakan itu ada di awal atau di tengah kutipan, dan empat titik jika di bagian akhir kalimat;
f)       Jika ada penambahan komentar, tulis komentar tersebut di antara tandakurung, nislnya, (penggarisbawahan oleh penulis).
Contoh 2:
Ada beberapa pendapat mengenai hal itu. Suryaningrat (1983: 20-21 dan 30) mengatakan, “Menurut salah satu historiografi tradisional, penyerahan kekuasaan kerajaan Pajajaran kepada Kerajaan Sumedanglarang berlangsung melalui penyerahan mahkota emas raja Kerajaan Sunda Pajajaran kep[da Prabu Geusan Ulun. Penyerahan mahkota secara simbolis berarti bahwa Sumedanglarang menjadi penerus Kerajaan Sunda,”
g)      Apabila Lebih dari Empat Baris (Langsung Panjang), Dikutip apa adanya, Dipisahkan dari teks paparan penulis dalam format paragraf di bawah paparan penulis, Jarak baris kutipan satu spasi, Sertakan sumber kutipan di awal atau di akhir kutipan, yakni nama penulis, tahun terbit, dan halaman sumber, misalnya (Penulis, 2012:100).
h)      Jika berbahasa lain (asing atau daerah), kutipan ditulis dimiringkan.
Contoh 3:
Mengenai pentingnya penelitian di lokasi tersebut Triwurjani dkk. (1993: 7-43) mengatakan sebagai berikut:
“Penelitian secara lebih intensif di kawasan Danau Ranau pada tahun-tahun sesudahnya masih dilakukan, yaitu pada tahun 1993 tim Pusat Penelitian Arkeologi Nasional kembali melakukan penelitian berupa survei pada situs-situs di kawasan Danau Ranau, baik yang secara adminstratif berada di Kabupaten Lampung Barat maupun Kabupaten OKU (Ogan Komering Ulu), Provinsi Sumatera Selatan. Penelitian yang dilakukan menunjukkan temuan-temuan arkeologis dari beberapa situs yang diperoleh memiliki ciri prasejarah hingga klasik.”



BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Langkah pertama dan sekaligus juga merupakan hal yang paling esensial dalam penyusunan karya ilmiah adalah menetapkan/mengajukan masalah.Dalam menentukan masalah perlu memilih masalah yang akan dijawab/diselesaikan dengan melihat kriterianya: (a) berguna untuk diungkapkan, (b) relevan dengan kemampuan dan keahlian peneliti, (c) menarik perhatian untuk diungkapkan, (d) menghasilkan sesuatu yang baru, (e) dapat dihimpun datanya secara lengkap dan objektif, dan (f) tidak terlalu luas atau sebaliknya. Pembatasan masalah, perlu dilakukan karena masalah itu tidak berdiri sendiri tetapi terkait dengan masalah-masalah lain sehingga sulit memfokuskan rumusan masalah pada masalah penelitian. 
Kerangka karangan dapat diartikan rancangan kerja yang memuat ketentuan-ketentuan pokok bagaimana suatu topik harus diperinci dan dikembangkan. Dari penentuan masalah kemudian membuat kerangka karangan dapat memberikan konsep karya ilmiah yang sistematis untuk diperinci dan dikembangkan menjadi karya ilmiah yang utuh, metodis serta berkualitas.
Mengutip merupakan pekerjaan yang dapat menunjukkan kredibilitas penulis. Walaupun diperkenankan mengutip, bukan berarti tulisannya syarat dengan kutipan. Tulisan hasil penelitian haruslah merupakan hasil gagasan penulisnya bukan kumpulan kutipan pendapat pihak lain. Mengutip dengan baik dan bijak dapat memberikan nilai lebih dari suatu karya ilmiah yang syarat dengan ilmu pengetahuan.

3.2 Saran
Dalam kutipan hendaknya diusahakan agar tidak mewarnai lafal atau mengubah ucapan bahasa Indonesia baku dengan lafal daerah, dialek, ataupun asing. Hendaknya diusahkan agar pemilihan dan pemakaian kata, istilah, dan penyusunan kalimat selalu memenuhi kaidah-kaidah yang baku. Walaupun dalam beberapa hal belum tersusun pedoman yang mapan dan tidak berlaku sanksi hukum, tetapi pengetahuan dan rasa bahasa golongan terdidik tentulah dapat menumbuhkan sikap berbahasa yang berbeda dengan golongan tidak terdidik.
   

DAFTAR PUSTAKA

Danim,Sudarwan. 2000.Metode Penelitian Untuk Ilmu-Ilmu Prilaku. Jakarta:        Bumi aksara.

Keraf,Gorys.1997.Tata Bahasa Indonesia.Jakarta:Nusa Indah

Furchan,Arief. 1982.Pengantar Penelitian dalam pendididkan.Surabaya:Usaha       Nasional.

Nawawi,Hadari dan Hadari,Martini.1996.Instrumen Penelitian Bidang Sosial.
Yogyakarta: UGM-Press.

Sudjana,Nana.1991.Tuntunan penulisan karya ilmiah  Makalah  Skripsi Tesis
Disertation. Bandung: Sinar Baru

Widjono.2005.Bahasa Indonesia Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian di
            Perguruan Tinggi. Jakarta: Grasindo.