BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Penetapan Masalah
Dalam Penulisan Karya Ilmiah
a.
Pengertian
Masalah
Langkah pertama dan sekaligus juga
merupakan hal yang paling esensial dalam penyusunan karya ilmiah adalah
menetapkan/mengajukan masalah. Secara umum masalah berada pada suatu
konsistensi tertentu yang dipengaruhi atau berhubungan dengan berbagai faktor
tertentu. Oleh karena itu, seyogyanya masalah tersebut terlebih dahulu dikenali
melalui hubungannya dengan berbagai faktor tersebut.
Pengenalan masalah tersebut akan
memunculkan berbagai pernyataan yang disebut masalah.Masalah sebagaimana
didefinisikan oleh Sudjana (1991: 21) adalah " pertanyaan-pertayaan yang
sengaja diajukan untuk dicari jawabanya melalui peneliitian". Masalah
merupakan suatu kondisi yang memerlukan pembahasan, pemecahan, informasi, atau
keputusan (Nawawi dan Hadari, 1996: 38).
Sebuah masalah adalah suatu situasi
yang merupakan akibat dari interaksi dua atau lebih faktor (seperti
kebiasaan-keadaan-keadaan, keinginan-keinginan) yang menimbulkan :
1. Pernyataan
yang membingungkan (masalah konseptual).
2. konflik
yang mengharuskan memilih alternatif-alternatif yang
diperdebatkan (masalah aksi).
diperdebatkan (masalah aksi).
3. Konsekuensi
yang tidak diharapkan (masalah nilai).
b.
Bentuk-Bentuk
Masalah
Bentuk-bentuk masalah dikembangkan
berdasarkan penelitian menurut tingkat eksplanasinya. Berdasarkan hal tersebut
masalah dapat dikelompokkan kepada bentuk masalah deskriptif, komperatif,
danasosiatif.
1) Masalah
Deskriptif
Masalah
deskriptif adalah suatu masalah yang berkenaan dengan variable mandiri, tanpa
membuat perbandingan dan menghubungkan
2) Masalah
Komparatif
Masalah
komparatif adalah suatu permasalahan yang bersifat membandingkan keberadaan
suatu variable pada dua sampel atau lebih.
3) Masalah
Asosiatif
Masalah
asosiatif adalah suatu pertanyaan penelitian yang bersifat menghubungkan dua
variable atau lebih.
c.
Penetapan
Masalah
Penetapan masalah harus memperhatikan aturan
ataupun kebijakan yang telah ditetapkan. Di setiap perguruan tinggi terdapat
aturan penulisan karya ilmiah yang dimuat dalam suatu buku panduan yang disebut
Panduan Penulisan Karya Ilmiah. Dalam buku panduan penulisan karya ilmiah,
diperoleh gambaran secara teknik cara menyusun karya ilmiah. Penetapan dan
perumusan masalah, menjadi masalah pokok dalam usulan penelitian. Pada dasarnya
merupakan rumusan fenomena yang akan dijawab dalam penelitian. Masalah sebagai
fenomena, berarti sebuah gejala sehingga untuk mendapatkannya dapat ditelusuri
dari sumber fenomena tersebut. Sedangkan sebagai rumusan pokok maka seharusnya
masalah, menjadi hal yang pertama dicari, dirumuskan dan dibatasi oleh seorang
peneliti.
Sumber masalah, berasal dari mana saja,
dan untuk memperolehnya dapat dilakukan melalui pengamatan terhadap alam,
membaca, berdiskusi ataupun melalui pengalaman-pengalaman. Turney dan Noble
dalam Danim (2000:56), menyatakan lima sumber masalah penelitian empirik,
yaitu;
1) pengalaman
pribadi,
2) keterangan
yang diperoleh secara tidak sengaja,
3) kerja
dari kontak-kontak profesional,
4) pengujian
dan pengembangan teori, dan
5) analisis
terhadap literatur profesional dan hasil-hasil penelitian yang relevan.
Banyak hal yang dapat dijadikan masalah,
hanya saja apakah persoalan itu layak diteliti atau tidak? Untuk itu dibutuhkan
kriteria masalah penelitian.
Kriteria masalah dibutuhkan setelah
seseorang dapat mengungkap permasalahan atas sesuatu objek yang
diperhatikannya. Nawawi dan Hadar (1995:24-29) merumuskan tiga unsur dan enam
kriteria masalah yang dapat diangkat dalam karya ilmiah yaitu;
(a)
masalah harus tampak dan dirasakan sebagai suatu tantangan bagi peneliti untuk
dipecahkan dengan mempergunakan keahlian atau kemampuan profesionalnya,
(b)
masalah merupakan kondisi yang menunjukkan kesenjangan (gap) antara peristiwa
atau keadaan nyata (das sain) dengan tolok ukur tertentu (das sollen) sebagai
kondisi ideal atau seharusnya bagi peristiwa atau keadaan tertentu itu, dan,
(c)
masalah adalah keraguan yang timbul terhadap suatu peristiwa atau keadaan
tertentu berupa kesangsian tentang tingkat kebenarannya, termasuk juga
ketidaktahuan mengenai peristiwa atau keadaan yang diragukan itu. Keraguan
terhadap sesuatu, sehingga sesuatu tersebut masih perlu dibuktikan/diverifikasi
sehingga dapat menjadi masalah dalam penelitian.
Adapun
kriteria masalah yang baik adalah;
(a)
berguna untuk diungkapkan,
(b)
relevan dengan kemampuan dan keahlian peneliti,
(c)
menarik perhatian untuk diungkapkan,
(d)
menghasilkan sesuatu yang baru,
(e)
dapat dihimpun datanya secara lengkap dan objektif, dan
(f)
tidak terlalu luas atau sebaliknya. Pembatasan masalah, perlu dilakukan karena
masalah itu tidak berdiri sendiri tetapi terkait dengan masalah-masalah lain
sehingga sulit memfokuskan rumusan masalah pada masalah penelitian.
Sudjana
(1991 : 21-23) mengemukakan ada tiga segi untuk mengukur kelayakan
suatu.masalah untuk diteliti :
1. Dan
segi keilmuan, harus jelas kedudukannya berada dalam struktur keilmuan yang
sedang dipelajari.
2. Dari
segi metode keilmuan, masalah harus dapat dipecahkan melalui langkah berfikir
ilmiah atau metode ilmiah.
3. Masalah
harus disesuaikan dengan kepentingan mahasiswa itu sendiri.
Furchan (1992:81-85) mengemukakan
pula kriteria masalah yang yang layak untuk dibahas.
1. Idealnya
masalah tersebut hendaknya merupakan masalah yang pemecahan akan memberikan
sumbangan kepada bangunan pengetahuan di bidang pendidikan
2. Persoalan
itu hendaknya merupakan persoalan yang akan membawa kita kepada
persoalan-persoalan baru dan dengan demikian Juga kepada penelitian berikutnya.
3. Persoalan
itu harus merupakan persoalan yang dapat diteliti.
4. Persoalan
itu harus sesuai dengan: (a) menarik; (b) berada dalam bidang yang dikuasai;
(c) dapat dilaksanakan dalam situasi tempat peneliti; (d) dapat diselesaikan
dalam waktu yang tersedia; (e) secara ethic dan politik dapat dilakukan;
(f).mungkin memperoleh akses mengumpukan data.
2.2
Kerangka
Karangan
a.
Pengertian
Kerangka Karangan
Kerangka
karangan adalah rencana kerja yang membuat garis-garis besar suatu karangan
yang ketentuan-ketentuan bagaimana kita akan menyusun karangan-karangan.
Kerangka karangan dapat diartikan rancangan kerja yang memuat
ketentuan-ketentuan pokok bagaimana suatu topik harus diperinci dan
dikembangkan.Kerangka karangan dapat berbentuk catatan-catatan sederhana tapi
juga dapat berbentuk mendetail dan digarap sangat cermat.
b.
Manfaat
Kerangka Karangan
Kerangka
karangan dapat membantu penulis dalam hal-hal berikut:
1)
Untuk menyusun karangan
secara teratur.
2)
Memudahkan penulis
menciptakan klimaks yang berbeda-beda.
3)
Menghindari garapan
sebuah topik sampai dua kali atau lebih.
4)
Memudahkan penulis untuk
mencari materi pembantu.
c.
Fungsi
Kerangka Karangan
Adapun
fungsi kerangka karangan adalah :
1) Memperlihatkan
pokok bahasan, sub bahasan.
2) Mencegah
pembahasan keluar dari sasaran yang
sudah dirumuskan dalam topik, judul, kalimat, tesis dan tujuankarangan.
3) Memudahkan
penyusunan karangan sehingga menjadi lebih baik dan teratur.
4) Memudahkan
penempatan antara pembagian karangan yang penting dengan yang kurang penting.
5) Menghindari
timbulnya pengulangan pembahasan.
6) Membantu
pengumpulan sumber-sumber yang diperlukan
d.
Penyusunan
Kerangka Karangan
Langkah-langkah dalam penyusunan
kerangka karangan adalah:
1) Rumuskan
tema, harus berbentuk (tesis) atau pengungkapan maksud.
2) Inventarisasi
topik.
3) Evaluasi
semua topik yang telah tercatat.
4) Menentukan
sebuah pola susunan yang paling cocok.
e.
Pola
Penyusunan Kerangka Karangan
1) Pola
Alamiah.
Pola Alamiah adalah suatu urutan kerangka karangan
dengan keadaan nyata di alam yang didasari tiga atau empat dimensi dalam
kehidupan manusia atas-bawah, melintang-menyeberang, sekarang-nanti,
dulu-sekarang, timur-barat. Pola alamiah dapat di bagi menjadi tiga bagian:
a) Urutan
Berdasarkan Waktu (Kronologis)
Urutan kronologis adalah urutan yang
didasarkan pada runtunan peristiwa atau tahap-tahap kejadian berdasarkan
kronologinya. Peristiwa yang satu dengan peristiwa yang lain.
b) Urutan
Ruang (Spasial)
Yaitu urutan yang didasarkan pada ruang
atau tempat. yang biasanya digunakan dalam tulisan yang bersifat deskriptif.
c) Topik
yang ada.
Yaitu untuk menggambarkan hal tersebut secara lengkap pada
bagian-bagian tertentu.
2) Pola
Logis.
Macam-macam
urutan logis:
a) Urutan
klimaks dan anti klimaks.
Posisi suatu rangkaian yang penting berada
pada akhir rangkaian di sebut urutan klimaks. Sedangkan posisi yang penting berada di awal karangan disebut
urutan anti klimaks.
b) Urutan
kausal.
Urutan
kausal mencakup dua pola dari sebab ke akibat dan urutan akibat ke sebab
pola yang pertama disebut sebab. Pola selanjutnya disebut akibat.
c) Urutan
pemecahan masalah.
Urutan pemecahan masalah di mulai
dari suatu masalah tertentu kemudian berkembang menuju kesimpulan umum atau
pemecahan suatu masalah tersebut.
Landasan
pemecahan masalah terdiri atas tiga bagian:
(1) Deskripsi
: mengenai persoalan atau masalah
(2) Analisa
: mengenai sebab akibat sari persoalan
(3) Alternatif : untuk jalan keluar suatu masalah
d) Urutan
umum khusus.
Suatu
masalah yang dimulai dari suatu kelompok kecil di sebut urutan
umum-khusus, tapi sebaliknya jika persoalan itu memaparkan peristiwa dari
kelompok kecil sehingga menelusuri kelompok besar di sebut khusus-umum.
e) Urutan familiaritas.
Adalah mengemukakan sesuatu yang sudah
dikenal kemudian berangsur pindah kepada hal-hal yang kurang di kenal.
f) Urutan
akseptabilitas.
Adalah
mempersoalkan apakah suatu gagasan diterima atau tidak oleh pembaca ataukah
disetujui atau tidak
f.
Macam-Macam
Kerangka Karangan
1) Berdasarkan
perincian.
a) Kerangka
karangan sederhana(non-formal)
Merupakan suatu alat bantu, sebuah
penuntun bagi suatu tulisan yang terarah.yang terdiri dari tesis dan
pokok-pokok utama.
b) Kerangka
karangan formal
Kerangka karangan yang timbul dari
pertimbangan bahwa topik yang akan di garap bersifat sangat komplek atau suatu
topik yang sederhana tetapi penulis tidak bermaksud untuk segera menggarapnya.
2) Berdasarkan
perumusan teks.
c) Kerangka
kalimat.
Menggunakan kalimat deklaratif yang
lengkap untuk merumuskan setiap topik, sub topik. Misalnya: 1)
Pendahuluan 2) Latar belakang 3) Rumusan masalah 4)Tujuan.
Manfaat menggunakan kerangka kalimat :
(1) Memaksa
penulis untuk merumuskan topik yang akan diuraikan.
(2) Perumusan
topik-topik akan tetap jelas.
(3) Kalimat
yang dirumuskan dengan baik dan cermat akan jelas bagi siapapun,seperti bagi pengarangnya
sendiri.
d) Kerangka
topik
Kerangka topic dimulai dengan
perumusan tesis dalam sebuah kalimat yang lengkap dan menggunakan kata atau
frase. Kerangka lebih baik manfaatnya dari kerangka topik, tetapi kelebihan
kerangka topik adalah lebih jelas merumuskan hubungan-hubungan kepentingan antar gagasan.
g.
Syarat-Syarat
Kerangka Karangan
1) Tesis
atau pengungkapan maksud harus jelas.
2) Tiap
unit dalam kerangka karangan hanya mengandung satu gagasan.
3) Pokok-pokok
kerangka karangan harus disusun secara logis
4) Harus
mempergunakan pasangan simbol yang konsisten
h.
Mengembangkan
Kerangka Karangan
Setelah karangan tertulis tersusun
langkah selanjutnya yang harus dilakukan penulis adalah mengembangkan kerangka
karangan menjadi sebuah bentuk karya tulis yang utuh. Pengembangan kerangka
karangan membutuhkan sejumlah data ataupun kebenaran-kebenaran yang mendukung
gagasan.
i.
Penerapan
Penyuntingan
Untuk menerapkan cara penyuntingan kerangka
karangan dengan mempergunakan semua persyaratan akan memudahkan uraian mengenai
penerapan penyusunan.
2.3
Penulisan
Kutipan
Kata
pengutipan berarti hal, cara atau proses mengutip. Mengutip merupakan pekerjaan
mengambil atau memungut kutipan. Menurut Azahari (dalam Alam, 2005:38) “kutipan
merupakan bagian dari pernyataan, pendapat, buah pikiran, definisi, rumusan
atau penelitian dari penulis lain, atau penulis sendiri yang telah
terdokumentasi, serta dikutip untuk dibahas dan ditelaah berkaitan dengan
materi penulisan”. Batasan di atas tidak hanya memaparkan hakikat kutipan,
tetapi juga menjelaskan kepentingan mengutip, yakni untuk dibahas dan ditelaah.
Hal ini mengandung pengertian bahwa pengutipan memiliki tujuan tertentu, bukan
sekadar menambah jumlah paparan penelitian.
Walaupun penulis diperkenankan mengutip, bukan berarti
tulisannya syarat dengan kutipan (perhatikan pula Keraf, 2001: 179). Tulisan
hasil penelitian haruslah merupakan hasil gagasan asli penulisnya bukan
kumpulan kutipan pendapat pihak lain. Jika akan mengutip pertimbangkanlah
jangan sering mengutip dengan cara langsung, variasikan dengan cara tidak
langsung. Kutipan seharusnyalah dapat mengembangkan gagasan penelitian.
a.
Rumusan
penulisan kutipan
Mengutip merupakan pekerjaan yang dapat menunjukkan kredibilitas
penulis. Oleh karena itu, mengutip harus dilakukan secara teliti, cermat, dan
bertanggung jawab. Hariwijaya dan Triton (2011: 151) mengatakan bahwa ketika
mengutip perlu dipelajari bagaimana teknik pengutipan
sesuai dengan standar ilmiah (penambahan kata dengan oleh
penulis). Untuk itu, perlu diperhatikan hal berikut: (1) mengutip
sehemat-hematnya, (2) mengutip jika dirasa sangat perlu semata-mata, dan (3)
terlalu banyak mengutip mengganggu kelancaran bahasa.
b.
Cara
Mengutip
Ada dua cara untuk mengutip, yaitu mengutip
langsung dan mengutip tidak langsung.
Kutipan langsung merupakan salinan yang
persis sama dengan sumbernya tanpa penambahan (Widjono, 2005: 63), sedangkan
kutipan tidak langsung menyadur, mengambil ide dari suatu sumber dan
menuliskannya sendiri dengan kalimat atau bahasa sendiri (Widjono, 2005: 64).
1) Kutipan
Tidak Langsung
Cara melakukan kutipan tidak langsung
adalah sebagai berikut:
a) Menggunakan
redaksi dari penulis sendiri (parafrasa);
b) Mencantumkan
sumber (nama penulis, tahun, dan halaman).
Contoh1:
Menurut salah satu historiografi tradisional,
penyerahan kekuasaan kerajaan Pajajaran kepada Kerajaan Sumedanglarang
berlangsung melalui penyerahan mahkota emas raja Kerajaan Sunda Pajajaran kepada
Prabu Geusan Ulun. Penyerahan mahkota secarasimbolis berarti bahwa
Sumedanglarang menjadi penerus Kerajaan Sunda (Suryaningrat, 1983: 20-21 dan
30).
2) Kutipan
Langsung
Cara
melakukan kutipan langsung adalah sebagai berikut.
a) Jika
kutipan empat baris atau kurang (langsung pendek), Dikutip apa adanya, Diintegrasikan
ke dalam teks paparan penulis, Jarak baris kutipan dua spasi (sesuai dengan
jarak spasi paparan), Dibubuhi tanda kutip (“….”).
b) Sertakan
sumber kutipan di awal atau di akhir kutipan, yakni nama penulis, tahun terbit,
dan halaman sumber (PTH atau Author, Date, Page (ADP),
misalnya (Penulis, 2012:100).
c) Jika
berbahasa lain (asing atau daerah), kutipan ditulis dimiringkan (kursif).
d) Jika
ada kesalahan tik pada kutipan, tambahkan kata sic dalam kurung
(sic) di kanan kata yang salah tadi.
e) Jika
ada bagian kalimat yang dihilangkan, ganti bagian itu dengan tanda titik
sebanyak tiga biah jika yang dihilangakan itu ada di awal atau di tengah
kutipan, dan empat titik jika di bagian akhir kalimat;
f) Jika
ada penambahan komentar, tulis komentar tersebut di antara tandakurung,
nislnya, (penggarisbawahan oleh penulis).
Contoh 2:
Ada beberapa pendapat mengenai hal itu. Suryaningrat
(1983: 20-21 dan 30) mengatakan, “Menurut salah satu historiografi tradisional,
penyerahan kekuasaan kerajaan Pajajaran kepada Kerajaan Sumedanglarang
berlangsung melalui penyerahan mahkota emas raja Kerajaan Sunda Pajajaran
kep[da Prabu Geusan Ulun. Penyerahan mahkota secara simbolis berarti bahwa
Sumedanglarang menjadi penerus Kerajaan Sunda,”
g) Apabila Lebih
dari Empat Baris (Langsung Panjang), Dikutip apa adanya, Dipisahkan dari teks
paparan penulis dalam format paragraf di bawah paparan penulis, Jarak baris
kutipan satu spasi, Sertakan sumber kutipan di awal atau di akhir kutipan,
yakni nama penulis, tahun terbit, dan halaman sumber, misalnya (Penulis,
2012:100).
h) Jika
berbahasa lain (asing atau daerah), kutipan ditulis dimiringkan.
Contoh 3:
Mengenai
pentingnya penelitian di lokasi tersebut Triwurjani dkk. (1993: 7-43) mengatakan
sebagai berikut:
“Penelitian secara lebih intensif di kawasan Danau
Ranau pada tahun-tahun sesudahnya masih dilakukan, yaitu pada tahun 1993 tim
Pusat Penelitian Arkeologi Nasional kembali melakukan penelitian berupa survei
pada situs-situs di kawasan Danau Ranau, baik yang secara adminstratif berada
di Kabupaten Lampung Barat maupun Kabupaten OKU (Ogan Komering Ulu), Provinsi
Sumatera Selatan. Penelitian yang dilakukan menunjukkan temuan-temuan
arkeologis dari beberapa situs yang diperoleh memiliki ciri prasejarah hingga
klasik.”
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Langkah pertama dan sekaligus juga merupakan
hal yang paling esensial dalam penyusunan karya ilmiah adalah
menetapkan/mengajukan masalah.Dalam menentukan masalah perlu memilih masalah
yang akan dijawab/diselesaikan dengan melihat kriterianya: (a) berguna untuk
diungkapkan, (b) relevan dengan kemampuan dan keahlian peneliti, (c) menarik
perhatian untuk diungkapkan, (d) menghasilkan sesuatu yang baru, (e) dapat
dihimpun datanya secara lengkap dan objektif, dan (f) tidak terlalu luas atau
sebaliknya. Pembatasan masalah, perlu dilakukan karena masalah itu tidak
berdiri sendiri tetapi terkait dengan masalah-masalah lain sehingga sulit
memfokuskan rumusan masalah pada masalah penelitian.
Kerangka karangan dapat diartikan
rancangan kerja yang memuat ketentuan-ketentuan pokok bagaimana suatu topik
harus diperinci dan dikembangkan. Dari penentuan masalah kemudian membuat
kerangka karangan dapat memberikan konsep karya ilmiah yang sistematis untuk
diperinci dan dikembangkan menjadi karya ilmiah yang utuh, metodis serta
berkualitas.
Mengutip merupakan pekerjaan yang dapat
menunjukkan kredibilitas penulis. Walaupun diperkenankan mengutip, bukan
berarti tulisannya syarat dengan kutipan. Tulisan hasil penelitian haruslah
merupakan hasil gagasan penulisnya bukan kumpulan kutipan pendapat pihak lain. Mengutip
dengan baik dan bijak dapat memberikan nilai lebih dari suatu karya ilmiah yang
syarat dengan ilmu pengetahuan.
3.2 Saran
Dalam kutipan hendaknya diusahakan
agar tidak mewarnai lafal atau mengubah ucapan bahasa Indonesia baku dengan
lafal daerah, dialek, ataupun asing. Hendaknya diusahkan agar pemilihan dan
pemakaian kata, istilah, dan penyusunan kalimat selalu memenuhi kaidah-kaidah
yang baku. Walaupun dalam beberapa hal belum tersusun pedoman yang mapan dan
tidak berlaku sanksi hukum, tetapi pengetahuan dan rasa bahasa golongan
terdidik tentulah dapat menumbuhkan sikap berbahasa yang berbeda dengan
golongan tidak terdidik.
DAFTAR PUSTAKA
Danim,Sudarwan. 2000.Metode Penelitian Untuk Ilmu-Ilmu
Prilaku. Jakarta: Bumi aksara.
Keraf,Gorys.1997.Tata Bahasa Indonesia.Jakarta:Nusa
Indah
Furchan,Arief. 1982.Pengantar Penelitian dalam
pendididkan.Surabaya:Usaha Nasional.
Nawawi,Hadari dan Hadari,Martini.1996.Instrumen
Penelitian Bidang Sosial.
Yogyakarta: UGM-Press.
Sudjana,Nana.1991.Tuntunan penulisan karya ilmiah Makalah Skripsi Tesis
Disertation. Bandung: Sinar Baru
Widjono.2005.Bahasa Indonesia Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian di
Perguruan
Tinggi. Jakarta: Grasindo.