BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Penghasilan Tertentu dan Dasar
Hukum Pajak Penghasilan Tertentu
Pasal
4 ayat 2 Undang-Undang Pajak Penghasilan yang mengatur tentang pengenaan pajak
pada penghasilan tertentu. Penghasilan tertentu yaitu, penghasilan berupa bunga
deposito, tabungan diskonto Sertifikat Bank Indonesia (SBI), hadiah undian,
serta penghasilan yang berasal dari pengalihan hak atas tanah dan atau bangunan,
persewaan tanah dan atau bangunan, dan transaksi penjualan saham di bursa efek.
Dalam Undang-Undang Pajak
Penghasilan pasal 4 ayat 2 mengatur pula tentang penghasilan yang dapat dikenai
pajak bersifat final yaitu:
1. Penghasilan berupa bunga deposito
dan tabungan lainnya, bunga obligasi dan surat utang negara, dan bunga simpanan
yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota koperasi orang pribadi.
2.
Penghasilan
berupa hadiah undian
3. Penghasilan dari transaksi saham dan
sekuritas lainnya, transaksi derivatif yang diperdagangkan di bursa, dan
transaksi penjualan saham atau pengalihan penyertaan modal pada perusahaan
pasangannya yang diterima oleh perusahaan modal ventura
4. Penghasilan dari transaksi
pengalihan harta berupa tanah dan atau bangunan, usaha jasa konstruksi, usaha
real estate, dan persewaan tanah dan bangunan
5.
Penghasilan
tertentu lainnya.
Objek pajak penghasilan pasal 4 ayat 2 ini adalah
penghasilan berupa:
1. Bunga deposito dan tabungan, bunga
yang diterima atau diperoleh dari deposito dan tabungan yang ditempatkan di
luar negeri melalui bank yang didirikan atau tempat kedudukan di Indonesia atau
cabang bank luar negerri di Indonesia.
2. Diskonto Sertifikat Bank Indonesia
(SBI)
3. Hadiah undian
4. Pengalihan hak atas tanah dan atau
bangunan
5. Persewaan tanah dan atau bangunan
A. Pajak
Penghasilan atas Bunga Deposito dan Tabungan serta Diskonto Sertifikat Bank
Indonesia.
1) Pengertian
Deposito yang dimaksud adalah
deposito dengan nama dan dalam bentuk apa pun termasuk deposito berjangka,
sertifikat deposito berjangka, sertifikat deposito, dan deposit on call,
baik dalam rupiah maupun dalam valuta asing yang ditempatkan pada atau diterbitkan
oleh bank. Termasuk bunga yang diterima atau diperoleh dari deposito dan
tabungan yang ditempatkan di luar negeri melalui bank yang didirikan atau
bertempat kedudukan di Indonesia atau cabang bank luar negeri di Indonesia.
2) Dasar Hukum
a.
Peraturan Pemerintah Nomor 131 tahun 2000.
b.
KMK-51/KMK.04/2001 (berlaku sejak 1 Januari 2001) tentang
pemotongan PPh atas bunga deposito dan tabunga serta diskonto SBI
c.
SE-01/PJ.43/2001 (berlaku sejak 1 Januari 2001) tentang PP
131 Tahun 2000
3) Objek Pajak
a. Bunga Deposito dan Tabungan,
termasuk bunga yang diterima atau diperoleh dari deposito dan tabungan yang
ditempatkan di luar negeri melalui bank yang didirikan atau tempat kedudukan di
Indonesia atau cabang Bank luar negeri di Indonesia.
b. Diskonto Sertifikat Bank Indonesia
(SBI)
4) Tarif dan Sifat Pemotongan Pajak
a. Sebesar 20% dari Jumlah Bruto dan Bersifat Final, atas bunga
dan Diskonto yang terutang atau dibayarkan kepada penerima penghasilan baik
orang pribadi maupun badan dalam negeri dan BUT di Indonesia.
b. Sebesar 20% dari jumlah Bruto atau
sesuai dengan tarif yang ditetapkan dalam Perjanjian Penghindaran Pajak
Berganda dan Bersifat final.
5) Pengecualian dari Pemotongan
Penghindaran Pajak Penghasilan.
a. Bunga dari Deposito dan Tabungan
serta Diskonto SBI sepanjang jumlahnya tidak melebihi Rp.7.500.000,00 dan bukan
meupakan jumlah yang dipecah-pecah.
b. Bunga dan Diskonto yang diterima
atau diperoleh Bank yang didirikan di Indonesia atau cabang Bank Luar Negeri di
Indonesia
c. Bunga Deposito dan Tabungan, serta
Diskonto SBI yang diterima atau diperoleh dana Pensiun yang pendiriannya telah
disahkan oleh Menteri Keuangan.
d. Bunga Tabungan pada Bank yang
ditunjuk pemerintah dalam rangka pemilikan rumah sederhana dan sangat sederhana
kaveling siap bangun untuk rumah sederhana dan sangat sederhana,
atau rumah susun sederhana sesuai dengan ketentuan yang berlaku, untuk dihuni
sendiri.
Pemberian pengecualian dari
pemotongan PPh kepada dana pensiun berdasarkan Surat Keterangan Bebas (SKB)
yang diterbitkan oleh Kantor Pelayanan Pajak tempat dana Pensiun yang
bersangkutan terdaftar. SKB diberikan terhadap tabungan dan deposito serta
diskonto SBI
B.
Pajak Penghasilan atas
Bunga Obligasi dan Surat Utang Negara
1) Pengertian
Obligasi adalah surat utang atau surat
utang negara yang berjangka waktu lebih dari 12 (dua belas) bulan.
Bunga Obligasi adalah imbalan yang
diterima dan/atau diperoleh pemegang obligasi dalam bentuk bunga dan/atau
diskonto.
Atas penghasilan yang diterima
dan/atau diperoleh Wajib Pajak berupa bunga obligasi dikenai pemotongan Pajak
Penghasilan yang bersifat Final.
2) Dasar Hukum
Peraturan Pemerintah Nomor 16 tahun
2009 ditetapkan tanggal 9 Februari 2009 tentang Pajak Penghasilan atas
Penghasilan Berupa Bunga Obligasi.
3) Objek Pajak dan Pengecualiannya:
Objek Pajak yang dimaksud adalah
pendapatan atas bunga obligasi sebagaimana dalam pengertian di atas.
Penghasilan bunga obligasi tersebut bukan merupakan Objek Pajak jika
penerimaannya adalah:
a. Wajib Pajak Dana Pensiun yang pendirian atau pembentukannya
telah disahkan oleh Menteri Keuangan dan memenuhi persyaratan sebagaimana
diatur dalam Pasal 4 ayat (3) huruf h UU PPh.
b. Wajib Pajak Bank yang didirikan di
Indonesia atau cabang bank luar negeri di Indonesia.
4) Tarif Pajak
Besarnya Pajak Penghasilan atas
bunga Obligasi ini adalah:
a. Bunga dari Obligasi dengan kupon
sebesar:
(1) 15% (lima belas persen) bagi Wajib Pajak dalam negeri dan
bentuk usaha tetap
(2) 20% (dua puluh persen) aau sesuai dengan
tariff berdasarkan P3B bagi WLPN selain BUT, dari jumlah bruto bunga sesuai
dengan masa kepemilikan obligasi.
b. Diskonto dari obligasi dengan kupon
sebesar :
(1) 15% (lima belas persen) bagi wajib
pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap,
(2) 20% (dua puluh persen) atau sesuai
dengan tariff berdasarkan P3B bagi WLPN selain BUT, dari selisih lebih harga
jual atau nilai nominal di atsa harga perolehan obligasi tidak termasuk bunga
berjalan.
c. Diskonto dari Obligasi tanpa bunga
sebesar:
(1) 15% (lima belas persen) bagi Wajib
Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap,
(2) 20 % (dua puluh persen) atau sesuai
dengan tariff berdasarkan P3B bagi WLPN selain BUT, dari selisih lebih harga
jual atau nilai nominal di atas harga perolehan obligasi.
d. Bunga dan atau diskonto dari
obligasi yang diterima dan/atau dipeoleh Wajib Pajak reksadana yang terdaftar
pada Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan sebesar:
(1) 0% (nol Persen) untuk tahun 2009 sampai dengan tahun 2010,
(2) 5% (lima persen) untuk tahun 2011
sampai dengan tahun 2013,
(3) 10% (sepuluh persen) untuk tahun
2014 dan seterusnya.
5)
Pemotong
PPh atas obligasi adalah:
a. Penerbit Obligasi atau kustodian
selaku agen pembayaran yang ditunjuk, atas bunga dan/atau diskonto yang
diterima pemegang obligasi dengan kupon pada saat jatuh tempo Bunga Obligasi,
dan Diskonto yang diterima pemegang obligasi tanpa bunga pada saat jatuh tempo
obligasi
b. Perusahaan efek, dealer, atau bank
selaku pedagang perantara dan/atau pembeli atas bunga dan diskonto yang
diterima penjual obligasi pada saat transaksi.
C.
Pajak Penghasilan atas Bunga
Simpanan yang dibayarkan oleh Koperasi kepada Anggita Koperasi orang Pribadi
1) Objek Pajak dan Pengecualiannya:
Setiap bunga simpanan yang
dibayarkan oleh Koperasi kepada anggota Koperasi orang pribadi merupakan Objek
Pajak. Namum demikian atas penghasilan bunga simpanan yang jumlahnya tidak
melebihi Rp.240.000,00 per bulan tidak dikenakan Pajak
2) Tarif Pajak:
Besarnya Pajak Penghasilan atas
bunga simpanan ini adalah:
a. 0% (nol persen) untuk penghasilan
berupa bunga simpanan sampai dengan Rp.240.000,00
b. 10% (sepuluh persen) dari jumlah
broto bunga untuk penghasilan berupa bunga simpanan lebih dari Rp.240.000,00
per bulan
3) Pemotong Pajak:
Pemotong Pajak ini adalah koperasi
yang melakukan pembayaran bunga simpanan kepada anggota koperasi orang pribadi.
D.
Transaksi Penjualan Saham
Di Bursa Efek
1) Dasar
Hukum
Peraturan pemerintah
Nomor 41 Tahun 1994 Tanggal 23 Desember 1994 dan KMK Nomor 282 / KMK.04 / 1997
Tanggal 20 Juni 1997 yang mengatur maslah pengenaan Pajak Penghasilan atau
penghasilan yang diterimaatau diperoleh dari transaksi penjualan saham di bursa
efek.
Atas penghasilan yang
diterima tau diperoleh orang pribadi atau badan dari transaksi penjualan saham
di bursa efek dipungut pajak penghasilan yang bersifat final. Pemungutan Pajak
Penghasilan tersebut bersifat final dan oleh karena itu apabila Wajib Pajak
menerima atau memperoleh penghasilan yang berasal dari transaksi penjualan
saham di bursa efek, penghasilan tersebut tidak perlu digabungkan dengan
penghasilan lainnya dalam penghitungan Pajak Penghasilan yang terutang dalam
pengisian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan. Demikian pula, pajak
penghasilan yang telah dipotong tidak dapat dikreditkan dengan Pajak
Penghasilan tang terutang menurut Surat Pemberitahuan Pajak Penghasilan.
2) Pengertian
a.
Bursa efek adalah
penyelenggaraan transaksi jual beli efek, seperti Bursa Efek Indonesia dan
Bursa Paralel Indoneia ;
b.
Perantara perdagangan
efek adalah perusahaan yang telah menjadi anggota bursa yang melakukan
transaksi jual beli efek di bursa, baik untuk kepentingan sendiri maupun untuk
kepentingan pihak lain ;
c.
Pendiri adalah orang
pribadi atau badan yang namanya tercatat dalam Daftar Pemegang Saham Perseroan
Terbatas atau tercantum dalam Anggaran Dasar Perseroan Terbatas sebelum
pernyataan pendaftaran yang diajukan kepada Badan Pengawas Pasar Modal
(Bapepam) dalam rangka penawaran umum perdana (initial public offering –
IPO) menjadi efektif.
Termasuk dalam pengertian
pendiri adalah orang pribadi atau badan yang menerima pengalihan saham dari pendiri
karena:
a.
Warisan
b.
Hibah yang diterima oleh keluarga sedarah
dalam garis keturunan lurus satu derajat, dan oleh badan keagamaan atau badan
pendidikan atau badan sosila atau pengusaha kecil termasuk koperasi yang
ditetapkan oleh menteri keuangan ;
c.
Cara lain yang tidak
dikenakan Pajak Penghasilan pada saat pengalihan tersebut.
Saham pendiri adalah
saham yang dimiliki oleh mereka yang termasuk kategori “pendiri” sebagaimana
dimaksud pada huruf c di atas.
Termasuk dalam pengertian
saham pendiri adalah:
a.
Saham yang diperoleh
pendiri yang berasal dari kapitalisasi agio yang dikeluarkan setelah penawaran
umum perdana (initial public offering – IPO);
b.
Saham yang berasal dari
pemecahan saham pendiri.
Tidak
termasuk dalam pengertian saham pendiri adalah:
a.
Saham yang diperoleh
pendiri yang berasal dari pembagian dividen dalam bentuk saham;
b.
Saham yang diperoleh
pendiri setelah penawaran umum perdana (initial public offering) yang
berasal dari pelaksanaan hak pemesanan efek terlebih dahulu (right issue),
waran, obligasi konversi, dan efek konversi lainnya;
c.
Saham yang diperoleh
pendri perusahaan reksadan.
3) Tarif Pajak
a. Besarnya
Pajak Penghasilan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi
atau badan dari transaksi penjualan saham di bursa efek adalah 0,1% (satu per
seribu) dari jumlah bruto nilai
transaksi
penjualan saham, baik saham biasa maupun saham pendiri.
b. Khusus untuk transaksi penjualan saham
pendiri, terhadap pemilik saham pendiri dikenakan tambahan Pajak Penghasilan
sebesar 0,5% (setengah persen) dari nilai jual saham. Nilai jual saham dimaksud
ditetapkan sebagai berikut.
(1)
Bagi perusahaan yang
telah menjual sahamnya di bursa efek sebelum tanggal 1 Januari 1997, nilai jual
saham ditetapkan sebesar nilai saham pada saat penutupan bursa diakhir tahun
1996 (30 Desember 1996).
(2)
Apabila saham perusahaan
diperdagangkan di bursa efek pada atau setelah 1 Januari 1997, nilai jual saham
tersebut ditetapkan sebesar harga saham pada saat penawaran umum perdana.
Bagi
Wajib Pajak pemilik saham pendiri yang tidak memilih untuk dikenakan tarif
final sebesar 0,5% berdasarkan ketentuan ini, atas penghasilan berupa capital
gain dari transaksi penjualan saham pendiri dikenakan Pajak Penghasilan
sesuai dengan tarif umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 Undang-Undang
Pajak Penghasilan. Oleh karena itu, Wajib Pajak tersebut harus melaporkan
pilihannya itu kepada Direktur Jenderal Pajak dan penyelenggaraan bursa efek.
4) Pengenaan
Pajak
Pengenaan pajak penghasilan sebesar 0,1%
(satu per seribu) untuk setiap transaksi penjualan saham, dilakukan dengan cara
pemotongan oleh penyelenggaraan burs efek melalui perantara pedagang efek pada
saat pelunasan transaksi penjualan saham. Adapun tambahan Pajak Penghasilan
sebesar 0,5% (setengah persen) dikenakan terhadap pemilik saham pendiri dan
penyetornya dilakukan oleh emiten atas nama pemilik saham pendiri.
5) Tata
cara Pemotongan, Penyetoran, dan Pelaporan
Pemotongan, penyetoran, dan pelaporan
Pajak Penghasilan yang terutang sebesar 0,1% (nol koma satu persen) untuk setiap
transaksi penjualan saham, dilakukan oleh penyelenggaraan bursa efek sebagai
berikut.
a.
Pemotongan Pajak
Penghasilan oleh penyelengaraan bursa efek dilakukan melalui perantara pedagang
efek pada saat pelunasan transaksi penjualan saham. Transaksi penjualan saham
di bursa efek hanya dapat dilakukan oleh investor melalui perantara pedagang
efek, sehingga penyelenggaraan bursa efek tidak dapat melakukan pemotong secara
langsung pada pihak yang menjual saham. Oleh karena itu, pemotongan Pajak
Penghasilan harus dilakukan melalui perantara pedagang efek pada saat perantara
tersebut melakukan pelunasan transaksi penjual tersebut kepada investor. Dengan
demikian, perantara pedagang efek ikut bertanggung jawab atas pemotongan Pajak
Penghasilan tersebut.
b.
Penyelenggara bursa efek
wajib menyetor Pajak Penghasilan tersebut ke bank persepsi atau Kantor Pos
selambat-lambatnya tanggal 20 (dua puluh) bulan berikutnya setelah bulan
terjadinya transaksi penjualan saham. Sebagai contoh, untuk transaksi penjualan
saham yang terjadi selama bulan September 1997, Pajak Penghasilan yang telah
dipotong oleh penyelenggara bursa efek harus disetorkan selambat-lambatnya
tanggal 20 Oktober 1997.
c.
Penyelenggaraan bursa efek wajib menyampaikan
laporan tentang pemotongan dan penyetoran Pajak Penghasilan tersebut kepada
Kepala Kantor Pelayanan Pajak setempat selambat-lambatnya tanggal 25 (dua puluh
lima) bulan yang sama dengan bulan penyetoran.
Tata cara penyetoran dan pelaporan
tambahan PPh yang terutang atas saham pendiri (sebesar 0,5%), dilakukan sebagai
berikut.
a.
Emiten atas nama yang
terutang sebesar 0,5% kepada Bank Persepsi atau Kantor Pos:
(1)
Sebelum penjualan seham
pendiri, selambat-lamabatnya tanggal 29 November 1997, apabila saham tersebut
telah diperdagangan di bursa efek sebelum tanggal 29 Mei 1997;
(2)
Sebelum penjualan saham
pendiri, selambat-lambatnya satu bulan setelah saham tersebut diperdagangkan di
bursa efek pada atau setelah tanggal 29 Mei 1997.
b.
Emiten wajib menyampaikan
laporan mengenai penyetoran tambahan Pajak Penghasilan yang terutang tersebut
kepada Kepala Pelayaan Pajak setempat selambat-lambatnya tanggal 20 (dua puluh
) bulan berikutnya setelah bulan penyetoran.
Laporan
dimaksud sekurang-kurangnya berisikan:
(1)
Nama dan NPWP pemilik
saham pendiri;
(2)
Nilai saham
(3)
Pajak Penghasilan Terutang;
(4)
Tanggal penyetoran pajak;
Laporan penyetoran ini
dilampiri dengan Surat Setoran Pajak (SSP) lembar ke – 3.
c.
Emiten wajib melaporkan
kepada penyelenggaraan bursa efek bahwa atas seluruh saham pendiri telah
dibayarkan tambahan Pajak Penghasilan sebesar 0,5%, sehingga untuk selanjutnya
transaksi penjualan saham pendiri hanya dikenakan Pajak Penghasilan 0,1%.
E.
Pajak Penghasilan atas
Pengalihan Hak Tanah dan Bangunan
1) Pengertian
Atas
penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan dari
pengalihan hak atas tanah dan atau bangunan wajib dibayar Pajak Penghasilan
(PPh).
Pengalihan
atas Tanah dan/atau Bangunan adalah:
a.
Penjualan, tukar-menukar,
perjanjian pemindahan hak, pelepasan hak, penyerahan hak, lelang, hibah atau
cara lain yang disepakati dengan pihak lain selain Pemerintah;
b.
Penjualan, tukar-menukar,
pelepasan hak, penyerahan hak atau cara lain yang disepakati dengan Pemerintah
guna pelaksanaan pembangunan, termasuk pembangunan untuk kepentingan umum yang
tidak memerlukan persyaratan khusus;
c.
Penjualan, tukar-menukar,
pelepasan hak, penyerahan hak, atau cara lain kepada Pemerintah guna
pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum yang memerlukan persyaratan
khusus.
2) Dasar
Hukum
a.
Peraturan
Pemerintah nomor 71 tahun 2008 tentang
Perubahan Ketiga atas Peraturan
Pemerintah nomor 48 tahun 1994 tentang
Pembayaran Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Pengalihan Hak atas Tanah
dan/atau Bangunan;
b.
Peraturan
Menteri Keuangan nomor 243/PMK.03/2008 tentang
Perubahan Kedua atas Keputusan Menteri Keuangan nomor 635/KMK.04/1994 tentang
Pelaksanaan Pembayaran Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Pengalihan Hak
atas Tanah dan/atau Bangunan;
c.
Peraturan
Direktur Jenderal Pajak nomor PER-28/PJ/2009 tentang
Pelaksanaan Ketentuan Peralihan Peraturan Pemerintah nomor 71 tahun 2008
tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Pemerintah nomor 48 tahun 1994 tentang
Pembayaran Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Pengalihan Hak atas Tanah
dan/atau Bangunan;
d.
Peraturan
Direktur Jenderal Pajak nomor 30/PJ/2009 tentang
Tata Cara Pemberian Pengecualian dari Kewajiban Pembayaran atau Pemungutan
Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau
Bangunan;
e.
Surat
Edaran Direktur Jenderal Pajak nomor SE-80/PJ/2009 tentang
Pelaksanaan Pajak Penghasilan yang Bersifat Final atas Penghasilan dari
Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan yang Diterima atau Diperoleh Wajib
Pajak yang Usaha Pokoknya Melakukan Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau
Bangunan;
f.
Surat
Edaran Direktur Jenderal Pajak nomor SE-6/PJ.03/2008 tentang
Penyampaian Peraturan Pemerintah nomor 71 tahun 2008 tentang Perubahan Ketiga
atas Peraturan Pemerintah nomor 48 tahun 1994 tentang Pembayaran Pajak
Penghasilan atas penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan
3) Pembayar
atau Penyetor PPh
a.
Orang Pribadi atau badan
yang menerima atau memperoleh penghasilan dari pengalihan hak atas tanah
dan/atau bangunan;
b.
Bendahara Pemerintah atau
Pejabat yang melakukan pembayaran atau menyetujui tukar-menukar.
4) Tarif
dan Dasar Pengenaan Pajak
a.
Wajib Pajak Orang Pribadi, yayasan atau
organisasi sejenis dan Wajib Pajak Badan baik merupakan usaha pokok maupun
diluar usaha pokok yang mengalihkan hak atas tanah dan atau bangunan membayar
PPh Final 5% (lima persen) dari jumlah bruto nilai pengalihan yaitu nilai
tertinggi antara nilai berdasarkan akta pengalihan hak dengan Nilai Jual Obyek
Pajak (NJOP) tanah dan atau bangunan, kecuali:
(1) dalam
hal pengalihan hak kepada Pemerintah, adalah nilai berdasarkan keputusan
pejabat yang bersangkutan;
(2) dalam
hal pengalihan hak sesuai dengan peraturan lelang, adalah nilai menurut risalah
lelang.
Dalam hal pengalihan hak
kepada Pemerintah, PPh Final 5% dipotong oleh Bendahara Pemerintah atau pejabat
yang berwenang. NJOP adalah NJOP menurut Surat Pemberitahuan Pajak Terutang
Pajak Bumi dan Bangunan (SPPT PBB), atau dalam hal SPPT belum terbit, adalah
NJOP menurut SPPT tahun sebelumnya. Apabila tanah dan atau bangunan belum
terdaftar pada Kantor Pelayanan Pajak, maka NJOP yang dipakai adalah NJOP
menurut surat keterangan yang diterbitkan oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak
setempat.
b.
Wajib Pajak yang usaha
pokoknya mengalihkan hak atas tanah dan atau bangunan berupa pengalihan hak
atas Rumah sederhana dan Rumah susun sederhana wajib membayar PPh Final 1%
(satu persen) dari jumlah bruto nilai pengalihan, yaitu nilai tertinggi antara nilai
berdasarkan akta pengalihan hak dengan Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP) tanah dan
atau bangunan.
5) Dikecualikan dari Kewajiban
Pembayaran/Pemungutan PPh
a.
Hibah kepada keluarga
sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, dan kepada badan keagamaan
atau badan pendidikan atau badan sosial atau pengusaha kecil termasuk koperasi
yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan, sepanjang hibah tersebut tidak ada
hubungannya dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan antara
pihak-pihak yang bersangkutan, berdasarkan Surat Keterangan Bebas (SKB).
b.
Pengalihan hak yang
jumlah brutonya kurang dari Rp. 60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah) dan
bukan merupakan jumlah yang dipecahpecah, oleh Orang Pribadi yang total
penghasilannya tidak melebihi Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP).
c.
Pengalihan hak kepada
Pemerintah untuk kepentingan umum yang memerlukan persyaratan khusus.
d.
Pengalihan hak sehubungan dengan warisan,
berdasarkan SKB.
e.
Dalam rangka
penggabungan, peleburan dan pemekaran usaha dengan nilai buku, berdasarkan SKB.
6) Tata
Cara Penyetoran dan Pemungutan
a. Orang
Pribadi atau Badan yang menerima atau memperoleh penghasilan dari pengalihan
hak atas tanah dan/atau bangunan, wajib menyetor sendiri PPh yang terutang ke
Bank Persepsi atau Kantor Pos sebelum akta, keputusan perjanjian, kesepakatan
atau risalah lelang ditandatangani oleh pejabat yang berwenang, dengan
menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP), dan pada SSP wajib dicantumkan:
(1) Nama,
alamat dan NPWP pihak yang mengalihkan Orang Pribadi atau Badan yang
bersangkutan.
(2) Lokasi
tanah dan atau bangunan yang dialihkan
(3) Nama
pembeli
b. Orang
Pribadi yang nilai pengalihan tidak lebih dari Rp. 60.000.000,00 (enam puluh
juta rupiah) tetapi penghasilan lainnya dalam satu tahun melebihi PTKP,
penyetoran PPh Final selambat-lambatnya pada akhir tahun pajak yang
bersangkutan.
c.
Bendahara Pemerintah atau
pejabat yang melakukan pembayaran atau pejabat yang menyetujui tukar-menukar,
memungut PPh yang terutang dan menyetorkannya ke Bank Persepsi atau Kantor Pos
dengan menggunakan SSP sebelum pembayaran atau tukar-menukar dilaksanakan
kepada Orang Pribadi atau Badan.
F.
Pajak Penghasilan Atas
Hadiah Undian
1)
Pengertian PPh atas hadiah undian
Pengenaan PPh atas hadiah undian
diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 132 Tahun 2000 tentang Pajak Penghasila
(PPh) Atas Hadiah Undian. Dalam peraturan tersebut, hadiah undian yang
dibayarkan atau diserahkan kepada orang pribadi ataupun badan dikenakan PPh
yang bersifat final.
Adapun pengertian hadiah undian
disini adalah hadiah dengan nama dan dalam bentuk apapun yang diberikan melalui
undian. Pendapat lain, PPh atas hadiah undian adalah PPh yang dikenakan terhadap
orang pribadi atau badan yang menerima atau memperoleh penghasilan berupa
hadiah undian baik dalam bentuk uang, barang maupun kenikmatan. Sedangkan
maksud PPh yang bersifat final adalah pajak atas penghasilan tertentu dimana
mekanisme pemajakannya telah dianggap selesai pada saat dilakukan pemotongan,
pemungutan, atau penyetoran sendiri Wajib Pajak yang bersangkutan.
2)
Pemotong atau pemungut PPh atas hadiah undian
Pemotong atau pemungut PPh atas
hadiah undian adalah penyelenggara undian yang dapat berbentuk orang pribadi,
badan, kepanitiaan, organisasi, dan pengusaha.
3) Tarif PPh atas Hadiah Undian
PPh atas hadiah undian adalah berupa
hadiah undian dan bukan merupakan suatu imbalan langsung atas pekerjaan atau
jasa yang dilakukan oleh Wajib Pajak, dan cara memperolehnya juga tidak memerlukan
biaya dan tenaga sebagaimana yang terjadi dalam imbalan atas pekerjaan, maka
PPh yang wajib dipotong atau dipungut atas hadiah undian adalah 25%. Bagian 25% tersebut adalah dari :
a.
Jumlah bruto hadiah undian yang dibayarkan berupa uang, atau
b.
Nilai pasar hadiah undian yang berupa natura atau kenikmatan
yang diserahkan.
Pemotongan atau pemungutan PPh
tersebut bersifat final.
Atas hadiah atau penghargaan,
perlombaan, penghargaan dan hadiah sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan
kegiatan lainnya dikenakan PPh sesuai ketentuan berikut :
“dikenakan PPh pasal 21 sebesar
tarif PPh pasal 17 UU PPh, bila penerima Wajib Pajak orang pribadi Dalam
Negeri. dikenakan PPh pasal 26 sebesar 20% dan bersifat final dari jumlah bruto
dengan memperhatikan ketentuan dan persetujuan penghindaran pajak berganda yang
berlaku, bila penerina Wajib Pajak Luar Negeri selain BUT. dikenakan pasal 23
sebesar 15% dari jumlah bruto.”
4) Waktu terutang PPh atas hadiah
undian
PPh
atas hadiah undian terutang pada akhir bulan dilakukannya pembayaran atas
diserahkannya hadiah undian. PPh dipotong atau dipungut oleh penyelenggara
undian sebagai pemotong atau pemungut pajak, sebelum hadiah undian dibayarkan
atau diserahkan kepada yang berhak. Untuk memastikan PPh yang dipotong oleh
pihak penyelenggara undian telah disetorkan ke Kas Negara, Direktorat Jenderal
Pajak membuat sitem pengawasan. Penyelenggara undian wajib membuat dan memberikan
bukti pemotongan PPh atas hadiah undian untuk setiap pembayaran atau penyerahan
hadiah undian yang bernilai Rp. 5.000.000,- atau lebih dalam rangkap tiga :
a.
Lembar pertama, untuk Wajin Pajak penerima hadiah undian
b.
Lembar kedua, untuk Kantor Pelayanan Pajak tempat
penyelenggara undian terdaftar sebagai Wajib Pajak
c.
Lembar ketiga, untuk penyelenggara undian sebagai arsip.
Bagi hadiah undian yang bernilai kurang dari Rp. 5.000.000,-
harus dibuatkan daftar nominatif tersendiri yang berisikan nama pemenang dan
besarnya nilai hadiah undian. Daftar tersebut dibuat dalam rangkap dua :
a. Lembar pertama, untuk Kantor
Pelayanan Pajak
b. Lembar kedua, untuk penyelenggara
undian.
Berdasrkan data SPT dan bukti pemotongan pajak tersebut,
Direktorat Jendral Pajak melakukan pencocokan data untuk mencocokkan apakah
pemotongan dan penyetoran benat atau tidak.
5) Waktu Penyetoran dan cara bayar PPh
atas hadiah undian
Waktu
penyetoran PPh atas hadiah undian :
a.
PPh atas hadiah undian harus disetorkan oleh pemotong atau pemungut
PPh ke Bank Persepsi atau Kantor Pos selambat-lambatnya tanggal 10 bulan takwim
berikutnya setelah bulan saat terutangnya pajak.
b.
Penyetoran dilakukan dengan cara menggunakan SSP (Surat
Setoran Pajak) dan kolom NPWP diisi NPWP penyelenggara undian.
6) Waktu Pelaporan dan Tata Caranya
Pelaporan pemotong atau pemungut PPh
atas hadiah undian wajib menyampaikan SPT Masa ke Kantor Pelayanan Pajak tempat
pemotong atau pemungut terdaftar, selambat-lambatnya tanggal 20 bulan takwim
berikutnya setelah bulan dibayarkan atau diserahkannya hadiah undian tersebut
dengan dilampiri :
a.
SSP lembar ke-3
b.
Bukti pemotogan atau pemungutan PPh lembar ke-2 (apabila
hadiah undian untuk setiap pembayaran atau penyerahan bernilai Rp. 5.000.000,-
atau lebih)
c.
Daftar Bukti pemotongan.
G.
Pajak persewaan tanah dan
bangunan
1) Dasar Hukum
a. UU PPh nomor 7 tahun 1983
sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU PPh nomor 36 tahun 2008.
b. PP 29 TAHUN 1996 yang telah dubah terakhir dengan PP-5 TAHUN
2002 tentang Pembayaran PPh Atas Penghasilan Dari Persewaan Tanah dan/atau
Bangunan
c. KMK-394/KMK.04/1996 yang telah
diubah terakhir dengan KMK-120/KMK.03/2002 Tentang Pelaksanaan Pembayaran dan
Pemotongan PPh Atas Penghasilan Dari Persewaan Tanah dan/atau Bangunan
d. KEP - 227/PJ./2002 Tentang tatacara
Pemotongan dan Pembayaran, serta Pelaporan PPh Atas Penghasilan Dari Persewaan
Tanah dan/atau Bangunan
e. KEP - 50/PJ./1996 Tentang Penunjukan
WP OP dalam negeri tertentu sebagai pemotong PPh Atas Penghasilan Dari
Persewaan Tanah dan/atau Bangunan
2) Pengertian
Penghasilan yang diterima atau
diperoleh orang pribadi atau badan sehubungan dengan persewaan tanah dan/atau
bangunan berupa tanah, rumah, rumah susun, apartemen, kondominium, gedung
perkantoran, pertokoan, atau pertemuan termasuk bagiannya, rumah kantor, toko,
rumah toko, gudang dan bangunan industri, terutang Pajak Penghasilan yang
bersifat final.
3) Objek dan tarif
Besarnya Pajak Penghasilan yang
terutang bagi Wajib Pajak orang pribadi maupun Wajib Pajak badan yang menerima
atau memperoleh penghasilan dari persewaan tanah dan atau bangunan adalah 10%
(sepuluh persen) dari jumlah bruto nilai persewaan tanah dan atau bangunan dan
bersifat final
Yang dimaksud dengan jumlah bruto
nilai persewaan adalah semua jumlah yang dibayarkan atau terutang oleh pihak
yang menyewa dengan nama dan dalam bentuk apapun yang berkaitan dengan tanah
dan atau bangunan yang disewa, termasuk biaya perawatan, biaya pemeliharaan,
biaya keamanaan dan service charge baik yang perjanjiannya dibuat secara
terpisah maupun yang disatukan dengan perjanjian persewaan yang bersangkutan.
4) Pemotong PPh
a. Apabila penyewa adalah badan
pemerintah, Subjek Pajak badan dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk
usaha tetap, kerjasama operasi, perwakilan perusahaan luar negeri lainnya, dan
orang pribadi yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak, Pajak Penghasilan
yang terutang wajib dipotong oleh penyewa.
b. Apabila penyewa adalah orang pribadi
atau bukan Subjek Pajak Penghasilan selain yang tersebut pada butir (a) maka
Pajak Penghasilan yang wajib dibayar sendiri oleh pihak yang menyewakan
Orang
pribadi yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak:
a. Akuntan, arsitek, dokter, Notaris,
Pejabat Pembuat Akte Tanah (PPAT) kecuali PPAT tersebut adalah Camat,
pengacara, dan konsultan, yang melakukan pekerjaan bebas;
b. Orang pribadi yang menjalankan usaha
yang menyelenggarakan pembukuan;
Yang telah terdaftar sebagai Wajib Pajak dalam negeri.
Yang telah terdaftar sebagai Wajib Pajak dalam negeri.
Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri tersebut wajib
memotong Pajak Penghasilan atas penghasilan dari persewaan tanah dan/atau
bangunan.
Kepala Kantor Pelayanan Pajak menerbitkan Surat Keputusan
Penunjukan sebagai Pemotong Pajak Penghasilan atas penghasilan dari persewaan
tanah dan/atau bangunan kepada Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri
5) Saat terutang
PPh atas Penghasilan dari persewaan
tanah dan/atau bangunan tersebut terutang pada saat pembayaran atau terutangnya
sewa
6) Tatacara Pemotongan, Penyetoran dan
Pelaporan
Dalam melaksanakan pemotongan Pajak
Penghasilan persewaan tanah dan/atau bangunan tsb pihak penyewa wajib:
a. Memotong Pajak Penghasilan yang
terutang pada saat pembayaran atau terutangnya sewa, tergantung peristiwa mana
lebih dahulu terjadi;
b. Menyetor Pajak penghasilan yang
terutang ke Bank Persepsi atau Kantor Pos dan Giro paling lambat tanggal 10
(sepuluh) bulan takwin berikutnya setelah bulan pembayaran atau terutangnya
sewa;
c. Melaporkan pemotongan dan penyetoran
Pajak penghasilan yang terutang ke Kantor Pelayanan Pajak paling lambat tanggal
20 (dua puluh) bulan takwin berikutnya setelah bulan pembayaran atau
terutangnya sewa;
Dalam melaksanakan penyetoran sendiri Pajak
Penghasilan atas persewaan tanah dan/atau bangunan tsb, pihak yang menyewakan
wajib:
a.
Menyetor Pajak penghasilan yang terutang ke Bank Persepsi
atau Kantor Pos dan Giro paling lambat tanggal 15 (lima belas) bulan takwin
berikutnya setelah bulan pembayaran atau terutangnya sewa;
b.
Melaporkan pemotongan dan penyetoran Pajak penghasilan yang
terutang ke Kantor pelayanan Pajak paling lambat tanggal 20 (dua puluh) bulan
takwin berikutnya setelah bulan pembayaran atau terutangnya sewa;
2.2 Contoh Perhitungan Pajak Penghasilan Tertentu
A. Pajak
Penghasilan atas Bunga Deposito dan Tabungan serta Diskonto Sertifikat Bank
Indonesia.
1.
Tuan Budi menyimpan uang di Bank A berbentuk deposito
sebesar Rp.100.000.000,00 dengan tingkat suku bunga 12% per tahun sehingga
menerima bunga setiap bulan sebesar Rp.1.000.000,00
Bunga sebesar Rp.1.000.000,00
dipotong PPh pasal 4 ayat (2) sebesar:
Rp.1.000.000,00 x 20% =
Rp.200.000,00
Uang yang diterima Tuan Budi dari
bunga deposito per bulan sebesar:
Rp.1.000.000,00 - Rp.200.000,00 =
Rp.800.000,0
2.
Tuan Aditya Menyimpan Uang di Bank A berbentuk deposito
sebesar Rp.7.000.000,00 dengan tingkat suku bunga 12% per tahun sehingga
menerima bunga setiap bulan sebesar Rp.70.000,00 atas bunga sebesar
Rp.70.000,00 tidak dipotong PPh Pasal 4 ayat (2) karena nilai deposito kurang
dari Rp.7.500.000,00
B.
Pajak Penghasilan atas
Bunga Obligasi dan Surat Utang Negara
Pada Tanggal 1 Mei 2008, pemerintah A (emiten) menerbitkan
Surat Perbendaharaan Negara sebagai berikut:
·
Nilai nominal Rp.100.000.000,00
·
Jangka waktu SPN 12 (dua belas) bulan jatuh tempo tanggal 1
Mei 2009
·
PT D (investor) pada saat penerbitan perdana membeli SPN
dengan harga Rp.94.000.000,00
·
PT D tetap memegang SPN tersebut hingga saat jatuh tempo
Penghitungan diskonto dan PPh final
terutang oleh PT D pada saat jatuh tempo SPN adalah sebagai berikut:
·
Diskonto: Rp.100.000.000,00 – Rp.94.000.000,00 =
Rp.6.000.000,00
·
PPh Final: 20% x Rp.6.000.000,00 = Rp.1.200.000,00
Dipotong oleh emiten atau kusodian yang ditunjuk selaku agen
pembayaran
C.
Transaksi Penjualan Saham
Di Bursa Efek
Seseorang
atau badan menjual 1000 lembar saham dengan harga Rp 100 per lembar. Maka ia
dikenakan pajak penghasilan sebesar :
0,1% x Rp 1000 x Rp 100 = Rp
1000.
Pemegang
saham pendiri dikenakan tambahan pajak penghasilan sebesar 5% yang dihitung
dari keuntungan transaksi penjualan (capital gain) dan bersifat tidak final.
Pajak Pph ini bisa dikreditkan di akhir tahun.
Contoh:
Pemegang
saham pendiri menjual 1000 lembar saham dan harga per lembar 100. Ketika
nantinya dijual ia misalnya mendapat keuntungan Rp 10. Maka ia dikenakan pajak
penghasilan sebesar 5% X Rp10 = Rp 0,5. Tetapi besar pajak ini belum final,
bisa dikreditkan akhir tahun buku. Pajak ini bisa mengurangi kewajiban
perpajakan di akhir tahun buku.
D.
Pajak Penghasilan atas
Pengalihan Hak Tanah dan Bangunan
Pada tanggal 12 Agustus
2013, Rahmat (NPWP : 01.000.000.0-608.000) menjual rumahnya (NOP :
35.19.061.001.001-0001.0) di Perumahan Bumi Sumekar Sumenep kepada Nasri. NJOP
atas tanah dan bangunan yang tertera dalam SPPT PBB Tahun 2013 adalah sebesar
Rp 1.500.000.000. Harga transaksi yang disepakati adalah Rp 1.700.000.000.
Rahmat dan Nasri sepakat untuk melakukan penandatangan akta jual beli pada
tanggal 15 Agustus 2013 dihadapan notaris PPAT Dhea Tunggadewi, S.H., M.Kn.
Atas penghasilan yang diterima oleh
Rahmat dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan wajib dibayar PPh Final
pasal 4 ayat (2)-nya.
Besarnya
PPh yang wajib dibayar adalah :
5% x Rp 1.700.000.000 =
Rp 85.000.000
E.
Pajak Penghasilan Atas
Hadiah Undian
Pemenang pertama dalam lomba lari vertikal yang diadakan
oleh PT Teguh Putra di gedung milik mereka dalam rangka hari jadi perusahaan
pada tanggal 18 November 2014 adalah Indrajit Tarigow, seorang warga negara
India yang baru pertama kali mengikuti perlombaan ini. Hadiah yang diterima
oleh Indrajit Tarigow adalah sebesar Rp250.000.000.00.
Berdasarkan
Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda antara Indonesia dan India hak pemajakan
atas penghasilan yang diterima Indrajit Tarigow tersebut berada di Indonesia,
sehingga penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 26 atas hadiah perlombaan yang
harus dipotong oleh PT Teguh Putra adalah sebagai berikut:
20% x Rp250.000.000,00 = Rp50.000.000,00.
F.
Pajak persewaan tanah dan
bangunan
PT.Rahardi Sport Center (Pengusaha Kena Pajak) yang memiliki
gedung kantor empat lantai menyewakan ruangan di lantai tiga gedung tersebut
kepada PT.Gunung Abadi Jaya dengan nilai sewa 22.000.000 sebulan termasuk PPN,
maka PPh Pasal 4 ayat (2) atas persewaan gedung kantor tersebut adalah :
Nilai sewa termasuk PPN :
22.000.000
PPN : 2.000.000 –
Objek PPh Pasal 4 ayat (2) :
20.000.000
PPh Pasal 4 ayat
(2)
: 2.000.000 (20.000.000 x 10 %)
DAFTAR
PUSTAKA
Tjahjono,
A., & Husein, M. F. (2009). Perpajakan. Jakarta: UPP-STIM YKPN.
Waluyo, & Ilyas, M. B. (2000).
Perpajakan Indonesia. Jakarta: Salemba Empat.
Suci's World Pajak Penghasilan atas Penghasilan
tertentu.htm